Setiap orang pasti punya hobi atau kegemaran yang biasanya dilakukan untuk menghibur diri atau melepas penat. Ada yang mengunjungi tempat baru, ada yang sekedar mendengarkan musik di kamar, ada yang membaca tumpukan novel teenlit, bahkan ada yang rela berjam-jam berjibaku dengan kompor dan kuali di dapur.
Hmm, berhubung salah satu hobi Penulis adalah menonton film, jadi Penulis menelurkan tema kali ini. Yaaaaah, sekalian mengulik-kulik genre film peserta lain lah. Oke, oke, here we go.
3 Genre Film Favorit Penulis
1. Animasi
Siapapun yang pernah membongkar laptop milik Penulis, pasti tau genre film apa yang paling banyak di dalamnya. Yup! Animasi, kartun atau apa lah itu kalian menyebutnya.
Kenapa Penulis suka film animasi?
Well, alasan pertama, Penulis ga bisa lepas dari masa indah kanak-kanak. Ya, udah jelas, kan, kalau film kartun itu identik dengan anak-anak. Tapi Penulis seakan ga peduli dengan hal itu. Yang Penulis rasakan waktu nonton Upin Ipin yang tayang di salah satu stasiun televisi kalau Penulis kebetulan lagi di rumah orang tua misalnya, senang, iya, senang. Sama senangnya seperti anak TK yang diberi hadian permen lolipop oleh guru karena berhasil menjawab pertanyaan matematika sederhana di papan tulis. Seperti itu.
Ada alasan pertama, berarti ada alasan kedua, dong, ya. Nah, alasan kedua, film animasi itu adalah pelarian sementara dari hidup seorang bocah berusia 22 tahun yang penuh lika liku, tanjakan turunan serta tikungan tajam. Seringkali, Penulis menonton film animasi karena merasa sangat penat dengan kehidupan. Kuliah, kawan, cinta, dan segala hal di dalamnya. Film animasi inilah yang membuat perasaan Penulis lebih tenang. Maka ga jarang, film animasi ini yang jadi kawan untuk makan malam, abis mau nonton bareng kawan, beda selera. Mau bareng pacar, ga punya pacar. Jadi, yah, bisa dibilang, saat makan malam sendirian di dalam kamar sambil nonton film animasi itu salah satu 'me time'-nya Penulis.
"Hidup ini udah berat. Tontonanmu, bahan bacaanmu, lagu yang kau dengarkan,
jangan membuat hidupmu tambah berat."
Kutipan di atas Penulis sendiri yang buat. Iya, saat pikiranmu udah semrawut, jangan tambah beban pikiranmu yang udah semrawut itu dengan menonton film detektif, atau lagu-lagu galau menyayat hati. Ada kalanya saat-saat tertentu seperti itu, yang kamu tonton itu mestinya komedi, lagu yang kamu dengarkan itu lagu penyemangat, buku yang kamu baca itu novel motivasi. Olrait, lanjut ke genre kedua.
2. Fiksi Ilmiah
Penulis juga suka genre film ini. Genre di mana di dalamnya itu, hayalan kita tentang masa depan, tentang luar angkasa, bisa bebas bergerak tanpa batas. Penulis bukan orang yang suka berhayal, tapi kadang Penulis terpikirkan bagaimana kondisi kita di masa depan. Misal, gimana, sih, nantinya kota Medan ini? Itu udah jadi salah satu topik kita, kan? Iya, Penulis sering terpikirkan tentang kendaraan di masa depan, tatanan hidup masyarakatnya, hubungan dengan planet luar. Pokoknya hal-hal semacam itu.
Menonton film fiksi ilmiah itu rasanya seperti punya kawan menghayal, yang mampu mengarahkan hayalan kita ke satu fokus, misalnya alien. Gimana wujud alien itu digambarkan plus tabiatnya. Asik. Saat kenyataan terasa begitu memuakkan, bisalah kita main-main sebentar dengan hayalan kita. Toh, ga merugikan siapapun, selagi masih dengan porsi yang pas.
3. Drama
Sebenarnya baru beberapa bulan belakangan ini, sih, Penulis suka nonton film drama. Film genre drama di sini maksudnya genre film yang isinya itu menceritakan tentang kejadian di kehidupan nyata, tentang sekolah, persahabatan, keluarga, cinta.
Penulis itu cowok, kok mau nonton film yang begituan?
Ahahahaha, sebenarnya ini salah satu terapi untuk diri Penulis yang terlalu senseless. Jadi diharapkan, dengan nonton film-film drama, Penulis lebih bisa menghargai perasaan orang lain, ga sekedar peka, ga sekedar tau. Juga harapannya, dengan nonton film-film beginian, hati Penulis bisa lebih lunak, bisa nangis. Karena jujur, hati Penulis susah tersentuh, makanya sulit untuk Penulis bisa nangis kejer kaya cewek-cewek yang abis diputusin cowoknya. Bukan maksud Penulis mau nangis kaya cewek-cewek itu, bukan. Penulis cuma mau jadi kaya manusia pada umumnya, yang kalau sedih, ya, nangis, kalau hatinya merasa sakit (bukan sakit lever, yaaaaa!) ya, nangis.
Hmm, udah tiga, kan? Udah. Sekian dulu, aja. Semangat melanjutkan tantangan berikutnya!