Tuesday, December 27, 2016
Apa yang Bisa Kamu Lakukan dalam Usaha PDKT ke Doi?
Hah huh hah!
Berat topik #Bloggers' Challenges kali ini, berat. Berat kali, lah pokoknya. Penulis ga tau gimana ceritanya si Amru bangun tidur terus langsung kasih topik ini.
Emang apaan, sih topiknya?
Ha! Si Amru mau kami ABC (Anak Bloggers' Challenges) cerita tentang pengalaman kami waktu PDKT alias pendekatan, tentang usaha-usaha yang kami lakukan supaya PDKT berjalan mulus semulus paha personil f(x). Aaaaaaaaaaaaaaaak! f(x)! (dasar Penulis gaje) *oke, abaikan*
Terus Penulis mikir, daripada membongkar kisah-kisah usang yang nantinya malah berpotensi untuk membasahi luka lama yang telah mengering (ceileh bahasanya), lebih baik Penulis kasih tips aja berdasarkan pengalaman pribadi Penulis. Oke, oke, kita bahas satu-satu.
Tips PDKT a la Penulis
PDKT itu katanya merupakan masa-masa yang paling menentukan apakah suatu hubungan berlanjut menjadi ikatan 'berpacaran' atau 'menikah' atau malah ga jadi sama sekali. Iya, di masa ini kamu dan doi saling mengenal pribadi masing-masing, mencoba mencari titik temu yang bisa menghubungkan kalian. Di masa ini, kebanyakan cowok akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan hati si gadis pujaan, atau kalau agak berbelok sedikit ke LGBT yang masih hot sampai saat ini, si cowok akan berjuang menaklukan hati sang pangeran impian dan si cewek akan melakukan segala upaya untuk merebut hati sang putri jelita.
Kenapa Penulis mengklasifikasikan PDKT untuk ikatan 'berpacaran' dan 'menikah'?
Iya, karena sekarang ini ga semua tujuan orang PDKT itu untuk pacaran. Terutama untuk yang berusia 25 ke atas, PDKT itu udah menjadi jalan untuk mendapatkan calon istri ataupun calon suami. Ha! Ga mesti cowok melulu, kok yang memulai PDKT, cewek juga bisa. Udah ada kesetaraan gender, kan? Ah, bicara kesetaraan gender, jadi ingat mata kuliah ISBD dulu, Penulis dapat materi ini untuk dibahas dan dari situ Penulis mengambil kesimpulan kalau banyak dari kita salah persepsi tentang kesetaraan gender ini. Oh! Penulis mulai ngelantur! Skip! Skip! Skip!
Oke, jadi apa aja bentuk usaha yang bisa dilakukan dalam masa PDKT ini menurut pengalaman Penulis?
Hmm, ini dia.
1. Try to be there when they need someone
Ahahahaha Penulis agak nginggris, nih, ceritanya. Iya, jadi tips pertama, cobalah untuk ada saat doi membutuhkan seseorang di sisinya. Berusahalah untuk bisa menjadi wadah dari setiap curahan hatinya, berusaha menjadi bahu saat doi butuh sandaran, yang ini penting, ya, jangan sampai target kamu ga dapat bahu kamu sebagai sandaran, doi malah menjadikan bahu jalan sebagai pelarian. JANGAN SAMPAI! Terus juga berusahalah menjadi sosok tegar yang bisa mendukung doi saat doi terjatuh, berusaha menjadi 'Baymax' saat doi butuh kehangatan dan kenyamanan. Ini dalam makna yang positif, ya, bukan 'kehangatan' dan 'kenyamanan' yang lain-lain.
Kenapa kamu harus berusaha melakukan itu semua?
Gampang, supaya kamu yang pertama diingat doi, supaya nama kamu yang membekas di hati dan pikiran doi. Berdoalah semoga doi bukan tipe yang oportunis. Soalnya kalau doi tipe oportunis, mau kamu berusaha sampai hampir mampus juga usaha kamu bakalan dipandang biasa aja, ga ada apa-apanya di mata doi.
Tapi kamu juga jangan kurang ajar, udah bikin anak orang nyaman ke kamu, doi udah menjadikan kamu sandaran, eh, kamunya pergi, atau PHP. Kan ngeselin, minta dibacok. Terus entar doi bakalan bilang, "kok kesel, ya" a la a la komik strip Mind Blown atau Tahi Lalats di Webtoon atau di akun Instagram-nya. Lha? Malah promosi! Ga dibayar lagi! Ahahahaha bodo amaaaat!
2. Be the one who knows everything about them
Ahahahaha, kalau ini, kamu mesti agak stalking-stalking akun media sosialnya doi. Liat apa aja kegiatannya, apa aja kesukaannya, siapa aja temen-temennya, gitu-gitu, deh.
Buat apa?
Ya, biar kamu tau, biar kamu kenal doi lebih dalam. Benefitnya lagi, nih, ya, kamu bisa ikutan kegiatannya doi, waktu kalian bareng-bareng juga jadi nambah, kan? Usaha kamu untuk PDKT makin terbuka lebar dong, yaaaaaaaa...
3. Get along with their close friends
Nah, tips ketiga ini cocok untuk kamu kamu yang supel, gampang bergaul, easy going dan sejenisnya.
Mesti kali akrab-akrab sama kawan doi?
Ga mesti kali, kok. Tapi ini bisa jadi salah satu jalan untuk mempermudah usaha kamu PDKT ke doi. Belum lagi, melalui temen-temen doi, kamu juga bisa tanya-tanya kebiasaan-kebiasaan doi yang ga doi tunjukin ke semua orang. Ya, kali aja doi tukang kentut, tapi kalau lagi jalan bareng kamu, doi agak jaga image, jadi kalau lagi pengen kentut, doi kentutnya ngangsur, kredit, ga cash, tunai, biar ga ketahuan sambil doa supaya kamu ga denger atau mencium aroma 'sesuatu'. Nah, kalau kamu bisa mengakrabkan diri dengan temen-temen doi, informasi-informasi semacam ini bisa gampang kamu dapatkan. Imbasnya, kamu jadi lebih kenal gimana doi. Sekaligus, kamu juga bisa mulai menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan si doi. Jadi, entar seandainya kalian 'jadi', kamu ga kaget dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan aneh yang selama ini doi tutupin dari kamu. Misal, nih, kalau kamu tau doi tukang kentut, kan kamu jadi tau gimana harus bersikap seandainya doi udah mulai bebas berkentut ria di sekitar kamu. Kamu bisa ketawa sampai guling-guling, atau malah kalian bisa saling berbalas kentut. Seru, tuh!
4. Give them a little surprise
Yup! Tips keempat, kamu harus bisa kasih kejutan-kejutan kecil ke doi, misalnya kasih kado yang dia suka di momen yang berharga di hidupnya, entah itu waktu dia dapat ranking satu, dapat IP 4.0, atau waktu doi wisuda. Hadiahnya ga harus yang mahal sampai harga ratusan milyar segala, kok. Cukup hadiah yang berkesan.
Apa misalnya?
Kan kamu lagi PDKT, kamu dong yang lebih tau doi, MIKIR!
Dan satu lagi, hadiah atau kejutannya ga harus berupa barang juga. Bisa aja ucapan selamat atau semacamnya. Pokoknya, inti dari kamu kasih kejutan kecil itu, biar doi terkesan ke kamu.
5. Show yourself to their family
Agak sombong, ya, Penulis ini. Mentang lulusan bahasa Inggris, tips-tipsnya sok dibuat pake bahasa Inggris segala.
Ih, sirik, yaaaa. Sirik tanda tak mampu, lho.
Untuk tips kelima, kamu bisa mulai mendekati keluarga doi. Bikin kesan bagus ke keluarga doi. Tapi saran Penulis, ga usah pala drama taik kucing kali, ya, woy! Natural aja, tanpa pura-pura. Ga perlu lah sok-sok baik ke keluarganya macam orang cari muka. Bukan muka yang dicari di sini, tapi kesan. Kesan itu penting, lho!
Biarkan keluarga doi kenal sama kamu, tau latar belakang kamu, tau gimana tingkah kamu. Tapi yang wajar, ya, jangan mentang-mentang kamu dilarang pura-pura, kamu malah seenaknya ke keluarga doi. Pendapat keluarga doi itu bakalan jadi pertimbangan si doi untuk kelangsungan hubungan kalian ke depannya.
Selain itu, biar keluarga doi ga kaget seandainya kamu datang melamar. Nah, kalau kamu ga pernah nunjukkin diri kamu ke keluarga doi terus kamu tiba-tiba datang ngelamar, keluarga doi bakalan heboh, kaget, frustasi, oke, ini lebay. Ya, iya, lah, kaget. Siape elu dateng-dateng langsung ngelamar?! Gua juga kalo jadi ortu itu cewek ogah nerima elu!
Hmm, kayanya lima tips aja cukup kali, ya. Udah bingung juga Penulis mau tambah apa lagi.
So, kamu setuju sama tips dari Penulis? Ga setuju? Kamu punya tips yang lebih kece? Please kindly speak your mind in comment line. Artinya, cakap-cakap lah dikit di kolom komentar itu. Oke, selamat PDKT!
Sunday, December 25, 2016
Cerita Penulis tentang Koleksinya
Ahoooooooy! Uy!
Penulis mau cerita-cerita ini, masih dalam proyek #Bloggers' Challenges kok. Tentang apa? Nah, si Nadya menantang para ABC untuk cerita tentang koleksi-koleksi kami, baik yang dulu pernah dikoleksi, maupun yang masih dikoleksi hingga sekarang. Nah, apa aja koleksi-koleksi milik Penulis? Check this out!
Koleksi-koleksi Penulis
1. Komik Lipat
Kalau kalian waktu SD dulu (sekitar tahun 2002-2006) hobi jajan, pasti kalian kenal dengan jajanan yang satu ini, Mie Gemez! Mie kering yang porsinya pas satu genggaman anak SD pakai bumbu yang entah apa namanya (sekarang Penulis tau kalau itu namanya MSG) dengan harga 500 rupiah perbungkusnya, pas kali untuk cemilan waktu jam istirahat. Kalau kalian kenal Mie Gemez, kalian juga pasti familiar ama hadiah-hadiah yang ada di dalam kemasan Mie Gemez. Berubah-berubah terus, sih hadiahnya. Tapi pernah satu waktu, hadiahnya itu keren. Apa itu? Komik lipat. Iya,Penulis dulu mengoleksi komik lipat hadiah dari Mie Gemez ini. Mulai dari beli sendiri, minta sama temen, sampai ngutip di jalan. Banyak, lho, komik lipat yang udah Penulis kumpulin. Tapi, ya, gitu, karena makin gede, mainan-mainan masa kecil Penulis di simpan. Mungkin masih ada di gudang. Mungkin juga udah tercerai berai entah kemana.
2. Majalah Bobo
Awalnya Penulis cuma sekali-sekali beli majalah ini kalau seandainya pergi ke kota atau ke rumah saudara. Tapi lama kelamaan, jadi rutin beli setiap minggu. Apalagi toko yang jual majalah ini dekat dari SMP tempat Penulis sekolah dulu. Udah terjadwal itu, setiap hari kamis, sepulang sekolah, mampir ke toko itu buat beli majalah Bobo. Pernah beberapa kali majalah Bobo-nya terlambat datang. Pernah juga tokonya ga kebagian stok. Nah, kalau udah kaya gitu, Penulis bakalan uring-uringan. Apalagi kalau di dalam edisi tersebut ada cerbungnya, Penulis langsung ngerasa hidup Penulis ga lengkap, kaya sekarang, ga lengkap karena ga ada kamu di sisi Penulis, meh... ahahahaha
Apa kabar majalahnya sekarang?
Masih tersusun rapi di dalam lemari di kamar pribadi Penulis di rumah orang tua Penulis di kampung. Banyak banget 'di-'nya? Bodo amaaat!
Dulu sempat agak over protective sama majalah-majalah ini. Maksudnya, Penulis ga mau majalah Bobo punya Penulis sampai dibaca orang lain. Yaaaah, bukannya Penulis pelit, ya. Tapi Penulis ga suka sama orang yang ga menghargai buku. Pengalaman Penulis, kalau ada tamu yang datang terus liat majalah Bobo itu, mereka langsung heboh, terus buka-buka halamannya ga hati-hati. Alhasil sepeninggal mereka, majalah-majalah Penulis pada rusak, yang copot sampulnya lah, yang sobek halamannya lah, terlipat sana sini lah, Penulis ga suka. Makanya pernah itu majalah Penulis simpan di salah satu laci besar, terus Penulis kunci laci itu dan kuncinya Penulis simpan di tempat yang ga bisa ditemukan oleh orang lain.
Gimana sekarang?
Sekarang udah engga lagi, kok. Kaya yang Penulis bilang, majalah itu sekarang di kamar, jadi ga sembarangan orang bisa masuk. Beberapa juga udah Penulis kasih ke keponakan yang memang lagi butuh bahan bacaan untuk melatih kemampuan membaca mereka. Tapi tenang, Penulis masih punya banyak.
Masih rutin beli?
Udah engga. Terakhir rutin beli itu SMP kelas 3. Waktu SMA udah ga rutin lagi.
3. Kartu SIM Bekas dan Kartu Voucher Pulsa
Jadi, dulu, waktu masa Penulis masih kelas 2-3 SMP, Penulis itu suka banget punya banyak kartu SIM, berbagai operator. Tapi dulu tujuannya bukan untuk paketan internet kaya orang sekarang. Dulu itu punya kartu SIM banyak untuk ngerjain temen. Yaaah, namanya juga abege, pasti ada aja ulahnya. Dulu, nih, ya, ponsel cuma satu, tapi kartu SIM-nya bisa 3 sampai 4 biji. Kalau udah ketahuan temen, ganti lagi.
Selain kartu SIM, Penulis juga suka ngumpulin bekas kartu voucher pulsa. Iya, dulu Penulis lebih suka isi pulsa pakai kartu voucher yang digosok-gosok bagian abu-abunya itu, lho. Nah, kartu-kartu itu Penulis simpan, sampai sekarang. Beberapa udah terbuang, sih, tapi masih ada kok yang tersimpan.
4. Koin
Berikutnya koin. Penulis itu suka sama sesuatu yang ga biasa. Salah satunya Penulis ambil dari jenis koin.
Ga biasa gimana?
Ya, ga biasa. Misalnya koin dari luar negeri, koin uang Indonesia yang udah ga beredar, koin yang ga sengaja Penulis temukan di dalam tanah dan itu jarang dijumpai. gitu-gitu deh.
Tapi Penulis bukan kolektor koin, lho, ya, yang rela pergi ke sana kemari untuk ngumpulin koin langka, atau ngeluarin uang ratusan juta demi koin-koin kuno. Bukan, Penulis bukan mereka. Penulis hanya menyimpan koin yang penulis temukan. Penulis ga mencari. Sama kaya kamu, Penulis ga mencari, tapi kita saling menemukan, eaaaaaaakkkkk!!!!
5. Buklet
Buklet, atau mungkin kalian lebih familiar dengan booklet, adalah koleksi Penulis berikutnya. Buklet yang Penulis koleksi ini kebanyakan merupakan bonus dari majalah Bobo. Penulis udah cerita, kan kalau Penulis dulu rutin beli majalah Bobo? Nah, di beberapa edisi, majalah Bobo memberikan bonus berupa buklet yang isinya beragam. Ada yang isinya soal-soal latihan, kumpulan cerita, resep cemilan, bahkan ada satu buklet yang isinya mantra-mantra tiruan film Harry Potter hasil racikan pembaca majalah Bobo. Tapi ga semua dari majalah Bobo. Ada juga buklet hadiah dari susu Frisian Flag atau susu bendera. Buklet ini masih ada lho di laci meja belajar Penulis! Tuh, buklet ada masih Penulis simpan di laci, apalagi kamu, masih tersimpan apik di hati Penulis. uhuk uhuk uhuk, batuk Pak Haji?!
6. Film
Koleksi Penulis yang terakhir adalah film (Ya Allah, semoga pihak berwenang ga ada yang baca tulisan acakadut ini). Awalnya, Penulis mengoleksi film-film kartun singkat seperti Tom and Jerry dan Upin Ipin di ponsel Penulis. Format file-nya pun masih 3GP. Kemudian Penulis mulai mengoleksi serial kartun Jepang (anime). Ini terjadi atas pengaruh dari temen di kost. Terakhir, Penulis mengoleksi film-film bioskop. Awalnya minta sana sini. Tapi semenjak udah diajarin sama si Amru cara menunduh film yang bagus, Penulis suka mengunduh sendiri film-film itu. Sampai saat ini, film yang ada di laptop Penulis berjumlah 300-an film. Itu baru filmnya, loh, ya. Anime lain lagi. Pokoknya hampir semua orang yang udah buka folder film di laptop Penulis pada bernafsu untuk mencolokkan flash drive-nya ke laptop Penulis.
Penulis rasa ini aja, sih, koleksi Penulis. Mungkin ada yang lain, tapi Penulis lupa. Eh, ada, sih satu lagi. Penulis suka mengoleksi kenangan indah tentang kitaaaa. Meh!
Gimana, ada koleksi kita yang sama? Atau kamu punya koleksi yang lebih menakjubkan, lebih WOW? Cerita-cerita, dong di kolom komentar! Ahahaha!
NB: foto-foto di postingan ini milik Penulis pribadi kecuali foto pertama dan kedua. Terimakasih.
Thursday, December 15, 2016
Istri Masa Kini, Berkarir atau Stay di Rumah?
Uhuy uhuy!
Proyek #Bloggers' Challenges kali ini akan membahas tentang bagaimana seharusnya peran istri di dalam rumah tangga, baik dari sudut pandang suami maupun istri. Topik renyah serenyah rempeyek udang, "Istri: berkarir atau ibu rumah tangga" ini diajukan oleh Nurwahidah Ramadhani Waruwu.
Mari kita ulas secara singkat padat dan ga tepat. Ahahahaha
Perhatian sebelumnya, tulisan ini nantinya akan memuat opini Penulis dari sudut pandang Penulis sebagai suami maupun sebagai istri. Penulis hanya memosisikan diri, ga beneran melakoni. Nikah aja belum, kok.
Oke, lanjut!
Istri: Berkarir atau Ibu Rumah Tangga?
Ikatan pernikahan merupakan hubungan suci yang memersatukan dua pribadi dalam satu bangunan keluarga, menyatukan dua keluarga masing-masing pasangan. Pernikahan ibarat sebuah pesawat, dengan sang suami menjadi pilotnya dan sang istri menjadi wakil pilot. Pilot dan wakil pilot harus bersinergi, bekerjasama, agar pesawat yang mereka kemudikan sampai ke tempat tujuan dengan selamat.
Lantas apa tujuan sebuah pernikahan itu sendiri?
Banyak.
Adakalanya mereka menikah agar memperoleh kebahagiaan, cinta. Sedang mereka yang lain menikah demi memenuhi tuntutan agama. Namun ga sedikit dari mereka yang menikah atas dasar paksaan, kedok, dan sebagainya.
Bagaimana peran suami dalam keluarga?
Seperti yang digambarkan dalam ilustrasi di atas, suami diibaratkan sebagai seorang pilot. Tugas pilot di dalam dunia penerbangan adalah menerbangkan pesawat, mengevaluasi keadaan beberapa bagian pesawat dalam keadaan baik selagi di udara, memastikan bahwa perjalanan aman tanpa gangguan dari luar, membuat keputusan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama perjalanan, dan lain sebagainya.
Bagaimana dengan peran istri?
Istri diilustrasikan sebagai wakil pilot. Wakil pilot sendiri bertugas mendukung, membantu serta mengawasi pilot yang sedang bertugas. Wakil pilot harus bisa membantu pilot menerbangkan pesawat, beliau harus bisa menggantikan pilot jika terjadi satu atau lain hal.
Berbicara tentang peran istri, di Indonesia sendiri terjadi pergeseran yg cukup signifikan. Awalnya perempuan dianggap ga perlu mengenyam pendidikan yg tinggi. Perempuan cukup di rumah, mengabdi kepada keluarga, kepada suami. Pasti familiar di telinga kita tentang hal berikut ini: Tugas perempuan itu hanya 3, dapur, sumur, kasur. Jadi, pada masa itu, perempuan cukup bisa memasak di dapur, mencuci pakaian di sumur, dan melayani suami di kasur. Hanya itu.
Pergeseran dimulai dengan munculnya gerakan emansipasi wanita oleh Raden Ajeng Kartini. Beliau mengatakan bahwa seluruh perempuan di Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana laki-laki.
Jadi, sejak Ibu Kartini mencetuskan emansipasi wanita, terjadilah perubahan peran istri di dalam mahligai rumah tangga. Dengan mengenyam pendidikan yang layak, wanita Indonesia diharapkan mampu mencetak penerus bangsa yang cerdas.
Suami ga lagi dianggap sebagai satu-satunya tulang punggung keluarga, pencari nafkah. Istri bisa mendukung suami, membantu memperoleh tambahan rejeki agar bisa memperbaiki keadaan keluarga dari segi finansial.
Itu awalnya, dan kemudian masalah pun muncul. Istri mulai kehilangan rasa hormat, rasa patuh terhadap suami. Istri menuntut kebebasan, mengabaikan tugas sejatinya sebagai seorang istri. Istri mulai sibuk di luar rumah, menelantarkan suami, anak, dan rumahnya dengan alasan bekerja.
Lantas bagaimana pendapat suami tentang peran istri di keluarga?
(Ingat peringatan di awal tulisan)
Jadi, menurut Penulis yang notabene laki-laki, yang nantinya bisa jadi suami, peran istri di keluarga cukup fleksibel.
Fleksibel bagaimana yang dimaksud?
Penulis, misalkan menjadi seorang suami, akan mengizinkan istri untuk bekerja, tapi hanya terbatas untuk beberapa profesi saja, guru misalnya.
Kenapa seperti itu?
Karena engga seperti ini... ahahahaha
Penulis mau istri itu bekerja hanya sejak pagi hingga siang. Istri boleh keluar rumah setelah melakukan kewajibannya terhadap suami dan anaknya, seperti menyiapkan sarapan atau peralatan yang akan dibawa bekerja atau ke sekolah. Nah, siang hari, batas paling lama jam dua siang, istri harus sudah ada di rumah, menyambut anak yang pulang dari sekolah. Meskipun di rumah ada asisten rumah tangga, alangkah baiknya jika tugas krusial tetap dipegang oleh istri. Jangan sampai anak lebih manja, lebih akrab dengan asisten rumah tangga ketimbang dengan ibu sendiri.
Intinya adalah, Penulis memberi kebebasan bersyarat kepada istri. Istri boleh bekerja, boleh bersosialisasi dengan sejawatnya, tapi istri harus tetap ingat tanggungjawabnya.
Sedangkan jika Penulis memosisikan diri sebagai istri, Penulis akan melihat kondisi finansial keluarga. Jika pendapatan suami lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Penulis ga akan celamitan minta diizinkan bekerja di luar. Penulis akan di rumah aja, membantu asisten rumah tangga, sesekali keluar untuk bersosialisasi dengan tetangga ataupun teman saat sekolah atau kuliah.
Sia-sia dong ilmu yang udah diperoleh selama ini?
Engga. Ilmunya bisa diteruskan, diterapkan ke anak, ke keluarga. Jadi ilmunya ga sia-sia.
Nah, jika keadaan finansial keluarga kurang baik atau kurang mencukupi, Penulis akan memilih pekerjaan yang waktunya fleksibel, seperti membuka toko kelontong, atau yang lebih keren, membuka usaha butik untuk ibu-ibu chantyiq (baca: shyantikk). Atau guru TK dan SD yang tengah hari udah pulang. Gimana, ya, jeung, suami ama anak, kan tanggungjawabnya eke, jadi, ya, eke harus tau diri juga, kan, cyin? Yuk, mari.
Tapi dari dalam lubuk hati eke sendiri, eke sih maunya bebas, kerja dari pagi sampai sore, haha hihi ama ibu-ibu sosialita, plesir kesana kemari. Toh, ada ART, kan, udah digaji juga. Tapi masa eke masih harus ngurus rumah lagi sih?
Cuma, ya, gitu, deh, balik lagi ke tanggungjawabnya eke sebagai istri. Kalau ga dilaksanakan dosa, cyin, masuk neraka eke, gosong. Sia-sia dong eke luluran dua hari sekali kalau gosong juga.
Balik lagi ke Penulis versi asli, jadi kesimpulan yang bisa Penulis ambil dari pembahasan kita kali ini itu ada dua, ingat waktu dan tau diri. Silakan dimaknai dari sudut pandang masing-masing.
Kamu ga setuju sama pendapat Penulis? Ngajak duel? Ya, mari, sini, di kolom komentar. Penulis jabanin deh situ situ pada.
Saturday, December 10, 2016
Aku Masih Ingin Hidup Lah, Ya!
Alohaaaaaaaaa!
Tetep, ya, postingan ini bagian dari proyek #Bloggers’ Challenges. Kali ini Bang Boy Atlaliust Ganteng Simangunsong yang kasih tema, ‘Alasan Aku Ingin Tetap Hidup’. Agak berat, ya? Bodo, ah! Namanya juga tantangan, kalau gampangan, ya Penulis sendiri, ahahahahaha (IYKWIM)
Hidup? Kenapa pengen hidup?
Ya, namanya udah dilahirkan ke dunia yang fana ini, pasti mikir dong, ya untuk bisa bertahan hidup. Sekolah belasan tahun mulai dari TK sampai SMA, terus lanjut kuliah sekian tahun, ngelamar kerja kesana kemari sampai dapat yang sesuai atau bikin lapangan kerja sendiri. Itu semua buat apa? Ya buat bisa tetap hidup! Dan yang ga kalah pentingnya, hidup itu juga mesti punya tujuan. Apa tujuan hidup setiap orang sama? Jelas engga. Ada yang tujuannya memperbanyak bekal supaya ntar di akhirat masuk surga. Ada juga tujuan hidupnya mengabdikan diri ke lingkungan atau negaranya. Dan ga sedikit orang yang tujuan hidupnya untuk senang-senang doang. Ada yang begituan? Ya, ada. Dan kita ga boleh menghakimi atau melabeli mereka dengan sesuatu yang buruk. Mereka pasti punya alasan melakukannya.
Gimana dengan Penulis sendiri? Apa alasan Penulis ingin tetap hidup?
Penulis punya beberapa alasan kenapa Penulis masih pengen hidup.
Apa aja?
Sabar, ini juga mau dikasih tau. Oke?
Alasan Penulis Ingin Tetap Hidup
1. Masih Mau Bikin Ortu Bangga
Sejauh 22 tahun umur Penulis di dunia ini, hal terakhir membuat Umi bangga ke Penulis itu, ya waktu Penulis wisuda oktober kemarin. Gimana bisa tau? Ga perlu dijelaskan, ikatan emak-anak itu luar biasa kuat. Umi nangis waktu itu. Reaksi Penulis gimana? Penulis ngomel. "Teros nangis, teros." Abis itu Umi berhenti nangis sambil nyengir. Dasar anak durhaka. Ahahahaha…
Tapi apa itu cukup?
Penulis bilang engga. Penulis masih pengen lebih dari ini. Penulis masih pengen ngelanjut studi ke jenjang magister, jadi dosen di salah satu Universitas yang otomatis akan melepaskan diri dari Umi Abi secara finansial, terus punya anak cowok, satu, namanya Dimas, terserah itu lewat istri sendiri atau adopsi, yang penting punya Dimas. Apa itu cukup? Penulis harap iya. Penulis ga pengen yang muluk-muluk.
Eh, tapi ngomong-ngomong, kok ga ada keinginan Penulis untuk menaikkan haji Umi Abi, ya?
Bukan ga ada, tapi Umi udah masuk daftar antrian haji, mungkin tahun 2020-an Umi bisa berangkat. Abi? Keterbatasan fisiknya membuat Abi ga berniat untuk naik haji. Abi ga cacat fisik kaya kakak, kok. Penglihatan Abi aja yang udah ga bagus, jadi ga memungkinkan untuk pergi jauh. Kalau punya uang lebih, mending ngebayar orang untuk naik haji atas nama Abi. Itu, sih, yang Abi bilang.
2. Mau Merasakan Jadi Orang Dewasa
Orang dewasa? Bukannya itu ditentukan dari sikap, sifat dan pemikiran orangnya sendiri, ya?
Begini, orang dewasa yang Penulis mau gambarkan di sini itu bukan orang dewasa yang itu.
Terus?
Nah, orang dewasa yang Penulis maksud itu yang kerja mulai dari hari senin sampai jumat, sejak pagi hingga siang atau sore, kemudian malamnya asik bercengkrama dengan si Dimas. Terus setiap akhir pekan punya bonding time sama si Dimas, entah itu berkebun bareng, jalan-jalan ke Mall atau kebun binatang, bersih-bersih rumah seharian. Pokoknya, tujuannya itu untuk membuat ikatan ayah-anak makin kuat deh.
Terus? Udah itu aja?
Engga dong. Pastinya pengen tetep menemani si Dimas di tiap masa pertumbuhannya, mulai dari anak-anak, terus remaja, lanjut ke dewasa, ngeliat dia nikah, punya anak, dua orang. Kok khayalan Penulis jauh banget, ya? Nofather (gapapa) dong, kan berkhayal itu ga bayar, ga ngerugiin orang juga.
3. Mau Merasakan Cinta (Lagi)
Sekarang cerita cinta kita, yaaa. Ecieeeee, cinta. Sok tau cinta-cintaan lah. Ahahahaha
A. Rafiq (ini namanya bener kagak?) di lagunya, bilang kaya gini, ‘Hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga.’ Lha, emang kenapa kalau taman ga ada bunganya? Masih tetap asri, kok. Adem juga. Lantas, kenapa harus ada cinta? Sama halnya dengan bunga di taman, cinta itu memberi warna di hidup kita. Hidup kita jadi ga monoton, pul kaler, ada lika-likunya, ada naik-turunnya.
Emang cinta itu apa, sih?
Ini definisi cinta versi Penulis, ya. Kalau beda dengan definisi kalian, ya ga usah protes.
Jadi menurut Penulis, cinta itu adalah perasaan nyaman, cocok kepada seseorang dan timbul keinginan untuk mengikatnya, untuk terus berada di sisinya (jangan tafsirkan ini secara harfiah, ya. Cinta, tapi ga ngikutin pasangannya boker juga), untuk membagi hidup bersamanya. Ihihihi, indah banget kedengarannya, ya?
Lantas gimana dengan cinta tapi tak memiliki?
Penulis menganggap itu cinta yang sia-sia. Cinta itu memiliki. Tapi ada pengecualian. Cinta yang memiliki itu cinta dua arah, artinya, keduanya saling mencintai, bukan cinta bertepuk sebelah tangan.
Nah, gimana kalau itu kejadian?
Kalau kamu bener-bener cinta sama dia, tapi dia ga cinta sama kamu, kamu harus berbesar hati untuk melepaskannya. Kamu harus sadar diri kalau bukan kamu bahagianya dia, tapi orang lain.
Jleb! Sakit ini, sakiiiiit!
Iya, memang sakit. Tapi kamu juga harus tau satu hal, kalau bahagianya bukan terletak di kamu, maka bahagiamu juga bukan terletak di dia. Solusinya? Jatuh cinta lagi!
Pembahasannya terlalu luas, ya? Oke, oke, kita balik lagi aja ke Penulis.
Penulis sendiri, tipe yang susah mupon kalau belum ketemu pengganti si kawan itu. Jadi, selagi belum ada yang menggantikan doi di hati Penulis (ceilah bahasanya!), Penulis akan tetap berharap, uring-uringan ga jelas ke doi. Kekanakan, ya? Engga, kok. Logika emang kadang bisa rusak kalau berurusan dengan yang namanya cinta. Jadi itu masih bisa dimaklumi selama itu ga berlebihan dan ga ganggu orang lain.
Kenapa Penulis ga jatuh cinta lagi aja?
Lu kate jatuh cinta itu gampang, tinggal naik ke rooftop terus lompat ke bawah?! Ga segampang itu. Gimana kamu dipaksa menghapus doi yang selama ini menghiasi hari-harimu, kemudian menggantikannya dengan yang lain. Penulis bukan orang yang gampang masuk atau dimasuki orang baru pulak. Maksudnya, Penulis ga gampang akrab dengan orang baru. Kalau si orang baru ga berusaha untuk masuk, ya Penulis ga bakal buka diri (buka diri, ya, bukan buka baju!) Itu juga alasannya kenapa Penulis susah mupon. Dan di masa-masa belum mupon itu, Penulis ga berani mencoba menjalin hubungan dengan orang baru juga. Takut melukai perasaan si orang baru. Udah pernah kejadian soalnya. Dan, ya, gitu, kempes di tengah jalan, jadi kami harus minggir biar jalan orang lain ga terhalangi (ini apa, sih?!) Sudahlah, sudah. Pokoknya gitu ceritanya.
Jadi, ini balik lagi ke alasan Penulis ingin tetap hidup yang ketiga, Penulis pengen jatuh cinta lagi. Entah itu ke orang lama, atau ke orang baru, terserah, deh. Yang penting jatuh cinta.
Oh, iya, Penulis ada cerita, baru-baru aja sih kejadiannya.
Jadi, Penulis itu sering jalan berdua sama temen, entah itu cewek ato cowok, pokoknya berdua. Dan setiap berfoto atau ketemu sama orang yang dikenal, pertanyaannya cuma satu, ‘ini pacar?’ Awalnya ga masalah, sih. Tapi lama kelamaan, orang lain ikut terganggu dengan hal itu. Temen dekat Penulis mulai ikutan ditanya-tanya, ‘itu pacar si Arif?’ atau ‘Arif udah punya pacar?’ Dan dia harus menjelaskan berulang-ulang kalau Penulis itu single. Terakhir, karena kesal, dia jawab, ‘Si Arif itu homo, Bu’ dan Penulis cuma bisa ngekeh waktu tau hal itu.
Penulis rasa udah, lah, ya, segini aja. Mungkin ada alasan lain, tapi belum terpikirkan. Kalau kamu ada alasan yang mirip, atau alasan Penulis ga cocok untuk dijadikan alasan, singgah di kolom komentar, yaaa.
Thursday, December 1, 2016
Lika-Liku Rindu yang Merasuk ke Kalbu
SEKELUMIT RINDU DI UJUNG HARI
Sekawan sejati diri sendiri
Tiada berdua selain bayang dan sepi
Kala rintik menghujam bagai duri
Adalah langit saksiku
Beserta semua tembok bisu
Bukan mengurung namun padu
Hitung ratusan berakhir satu
Luka lebam tak tersebut lagi
Luka hati merongrong kian kemari
Hai rindu memeluk tanpa henti
Aku kawanmu di sini
Uhuy! Postingan kali ini masih berhubungan dengan proyek #bloggers’ Challenge. Temanya Penulis sendiri yang mengajukan.
Apa temanya minggu ini?
Well, berhubung Penulis sedang dalam masa baper akut, Penulis mengajukan tema ‘Rindu’, hehehe…
Sebenarnya Penulis juga ga tau apa yang mau Penulis tulis. Tapi, berhubung lagi baper, mari kita biarkan semua mengalir. Ini juga disempatkan di sela waktu mengajar, numpang wi-fi sekolah lagi.
Apa yang bisa kita ceritakan dari rindu?
Jawabannya, banyak.
Rindu
Rindu adalah rasa yang muncul saat kamu berada jauh terlalu lama dengan sesuatu yang terikat secara emosional dengan diri kamu.
Apa itu?
Bisa apa saja, seseorang, entah itu keluarga, kawan karib, pacar, mantan pacar, atau momen, entah itu momen makan bersama keluarga, momen bercengkrama dengan kawan karib dan sebagainya.
Kamu bisa dengan mudah merasa rindu jika kamu mendapati hal yang mengingatkanmu pada sesuatu yang terikat secara emosional denganmu. Bisa jadi rindu langsung menyeruak saat tak sengaja melihat foto si doi, atau bisa jadi rindu mengepung saat kamu melihat seorang ibu yang sedang memeluk anaknya, entah itu di televisi atau di sekitarmu.
Nah, menurut Penulis, apa esensi rindu itu sendiri?
Jika kita bicara tentang rindu, maka kita bicara tentang kualitas, iya, kualitas pertemuan.
Rindu membuat suatu pertemuan menjadi lebih bermakna, membuat perjumpaan terasa lebih mengikat, membuat tiap detik kebersamaan tak ternilai harganya bahkan oleh emas berlian. Untuk itu, perlu ada jarak, perlu ada waktu, perlu ada jeda agar rindu menjadi bumbu penyedap rasa di setiap pertemuan. Sibukkan dirimu, merantaulah, namun ingat untuk kembali, ingat untuk tetap saling menyapa meski hanya lewat suara, meski hanya lewat media sosial. Buat jarak, ciptakan jeda, namun batasi. Ingatkan dirimu untuk tetap menjaga ikatan itu. Pergi jauh, merantau, namun jangan terlalu lama, jangan terlalu jauh. Ingat rasa jenuh yang bisa kapan aja hadir di antara kalian.
Jika rindu adalah penyedap rasa, maka jenuh adalah cendawannya. Cendawan bernama jenuh ini mengerikan. Sekali tumbuh, maka butuh usaha yang ekstra untuk menghilangkannya.
Dengan apa?
Pertemuan. Iya, pertemuan.
Pertemuan membuat rindu menawar cendawan, mengikisnya. Sebisa mungkin, mengikisnya hingga habis.
Bicara jarak, bicara merantau, maka tak afdol kalau kita tidak bicara tentang LDR.
Bagaimana pendapat Penulis tentang LDR?
LDR atau Long Distance Relationship alias hubungan jarak jauh,
adalah hubungan yang dibina dua insan, baik itu pacaran maupun pernikahan, yang
terpisah oleh jarak karena alasan tertentu. LDR ini ada dua jenis, LDR awal
atau LDR tengah. LDR awal itu LDR yang terjadi via media sosial. Jadi si kedua
insan ini belum pernah ketemu secara langsung sama sekali. Mereka hanya ketemu
secara visual, entah itu via suara maupun panggilan video. Jenis LDR yang kedua
itu LDR tengah. LDR tengah ini udah menjalin hubungan jarak dekat terlebih
dahulu. Tapi karena satu dan lain hal, mereka harus terpisah secara jarak.
Biasanya, sih, karena tuntutan pekerjaan.
Penulis sendiri pernah LDR engga?
Pernah, beberapa abad silam. Dan, well, yeah, Penulis ga berhasil
mempertahankan LDR itu. Entahlah, LDR itu terasa omong kosong bagi Penulis. LDR
ga ubahnya seperti jomblo berstatus pacaran. Kenapa? Jelas donk, statusnya aja
yang pacaran, giliran ditanya mana pacarnya, ga ada.
Penulis cuma pengen rasional aja. Pacaran itu ketemuan. Meskipun
engga tiap hari, setidaknya dalam seminggu itu punya waktu berdua. Kalau ga
ketemu sampai berbulan-bulan, mah, Penulis angkat tangan meskipun Penulis bukan
Shaggy di iklan sabun hidupbuoy.
Cukup, kali, curhatnya, ya?
Oke, balik lagi ke topik, rindu.
Apa lagi yang bisa kita bicarakan dari rindu?
Sekarang kita bicara tentang obat rindu.
Loh, tadi disebutkan kalau rindu adalah penyedap rasa. Lantas
kenapa rindu harus diobati?
Seperti sebuah masakan, sudah sewajarnya jika penyedap rasa yang
dibubuhkan sesuai dengan takarannya. Bagaimana jika penyedap rasa diberikan
berlebihan ke dalam masakan? Jelas, masakan akan kehilangan rasa sedapnya.
Bahkan, tak jarang makanan tersebut akan berubah menjadi racun, cendawan.
Kalau begitu, bagaimana mengobati rasa rindu?
Udah kita bahas juga di atas, ketemu.
Kamu rindu dengan orang tuamu di kampung, otomatis kamu akan
berpikir untuk pulang ke kampung halaman atau membelikan tiket perjalanan untuk
orang tuamu agar bisa datang ke tempatmu.
Kamu rindu dengan pasanganmu, pasti kamu akan membuat rencana
untuk ketemu dengan doi, entah itu makan malam romantis, nonton film bareng di
rumah sambil pelukan dan sebagainya.
Itu aja cukup?
Cukup itu relatif. Setiap orang punya porsi masing-masing. Ada
yang cukup hanya dengan bertatap muka, ada yang cukup dengan mengobrol beberapa
jam atau berpelukan, tapi juga ada yang baru merasa cukup saat mereka sudah
tidur bareng, mandi bareng, sarapan bareng. Well, tergantung orangnya, kan?
Tentang rindunya, udah. Bahas LDR juga udah. Obat rindu, yang di
atas, nih. Udah cukup donk kalau gitu, ya? Belum cukup? Ya udah,
dicukup-cukupkan aja.
Punya pengalaman LDR? Atau punya pandangan sendiri tentang rindu?
Bagi aja di kolom komentar.
Oke, itu aja. Penulis siap untuk tema berikutnyaaaaaa!
Subscribe to:
Posts (Atom)
Tentang Moody
Halo pembaca kece! Di postingan kali ini, aku ditantang sama Kak Rina untuk menceritakan tentang tanggapanku terhadap seseorang yang mo...
-
Ahoooooooy! Uy! Penulis mau cerita-cerita ini, masih dalam proyek #Bloggers' Challenges kok. Tentang apa? Nah, si Nadya menantang p...
-
Halo Pembaca Kece! Aku balik lagi dengan proyek BC alias Bloggers’ Challenge . Kali ini topik diajukan oleh Mbak Vera, member baru ABC ...
-
Setelah beberapa postingan sebelumnya membahas tentang kepribadian dan hal-hal yang berhubungan dengan pribadi Penulis, kali ini Penuli...