Friday, October 28, 2016

Fobia Ditinjau dari Kacamata Penulis

Ehem, postingan ini merupakan bagian dari #Blogger’sChallenges yang mana tema kita kali ini adalah tentang fobia yang dicetuskan oleh Dwita.

Oke, oke. FOBIA, F-O-B-I-A.

Penulis mengutip dari situs wikipedia.org. Disebutkan bahwa fobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Jadi ga hanya ‘sesuatu’ yang bisa dijadikan objek dari fobia, bisa juga situasi atau keadaan.

Nah, masih dari situs wikipedia.org juga, fobia ini ada dua jenis, fobia sosial dan fobia spesifik. Fobia spesifik ini jenis fobia yang bersifat irasional, misalnya fobia kacang, dan fobia laki-laki. Jadi, orang-orang yang terkena atau terjangkit fobia spesifik ini akan terlihat aneh atau gila saat berdekatan dengan sesuatu yang di-fobia-kannya. Biasanya, mereka akan dijadikan bahan lelucon oleh orang sekitarnya. Penulis sendiri juga menganggap orang-orang dengan fobia spesifik ini ga masuk si akal.

Beralih ke jenis fobia yang satu lagi, fobia sosial. Fobia yang satu ini merupakan suatu keadaan yang diawali oleh rasa takut untuk diamati dan dipermalukan di depan umum yang menyebabkan seseorang itu merasa tidak nyaman berada di tempat yang ramai sehingga cenderung mengasingkan diri dari lingkungannya.

Nah, bicara tentang fobia sosial, Penulis merasa kalau Penulis mengidap fobia yang satu ini. Tapi mungkin levelnya ga sampai yang berlebihan. Hanya saja, setiap Penulis berada di tempat yang ramai, Penulis akan merasa ga nyaman, merasa kesepian, linglung, ga tau mau ngapain. Apalagi kalau Penulis ditinggal oleh ‘kawan’ di tengah keramaian, Penulis akan terlihat seperti anak berusia lima tahun yang kehilangan orang tuanya.

Bagaimana Penulis mengatasi rasa tidak nyaman itu?

Sebenarnya ini bukan cara mengatasi, lebih tepatnya ini sebuah pelarian. Jadi, jika Penulis menghadapi situasi seperti yang digambarkan di atas, Penulis akan menyingkir, berdiri di pojokan, mencoba menyamankan diri dengan menganggap bahwa orang-orang itu ga ada, mereka hanya seonggok daging ga bernyawa yang bisa bergerak karena ditiup angin sore diikuti oleh kenangan yang menyesakkan dada. Oke, maaf, Penulis lari dari jalur.

Mungkin ada yang tanya, mungkin, ya, mungkin, kenapa Penulis ga mencoba make friends dengan orang-orang di situ. Well, Penulis bukan tipe orang yang bisa gampang berbaur dengan orang asing. Misalnya, nih, Penulis lagi ada di perjalanan ke Kisaran naik kereta api, terus ada cewek cantik atau cowok ganteng duduk di sebelah Penulis, kalau mereka ga mulai percakapan duluan, selama empat jam perjalanan itu Penulis akan tahan untuk ga berbicara sama sekali. Tapi seandainya mereka memulai percakapan, apalagi yang ganteng, Penulis ga akan sungkan untuk membalas. Bahkan towel-towelan pipi pun jadi, ganteng, sayang kalau dianggurin. Maaf, Penulis terbawa suasana. Engga, Penulis ga sebinal itu, Penulis masih polos, sepolos pantat gorila yang warnanya merah muda, kok. Itu pun kalau kalian percaya.

Udah, deh, Penulis makin ngawur. Kita akhir aja, lah, ya, postingan absurd kali ini. Move on to the next challenge!

Tentang Moody

Halo pembaca kece! Di postingan kali ini, aku ditantang sama Kak Rina untuk menceritakan tentang tanggapanku terhadap seseorang yang mo...