Friday, September 30, 2016

Aku yang Menyebalkan

Postingan ini merupakan bagian dari proyek #Blogger'sChallenge dengan tema '20 Fakta Menyebalkan tentangmu' yang diajukan oleh Dwita Sundari.

Hmm...

Pait, pait, pait.

Mungkin itu yang pertama kali terlontar dari pikiran jahanam Penulis. Setelah mikir keras untuk Challenge sebelumnya dan gagal, kayanya kali ini Penulis juga akan gagal karena ga memenuhi target yang diinginkan.

Ah, udah gagal, banyak cakap lagi!

Oke, mending langsung Penulis paparkan aja hal-hal menyebalkan itu, yaaaaaa!



1. Ga Mau Ngaku Salah

Ini dicetuskan oleh seorang gadis. Berawal dari saking seringnya kami berdebat dan perdebatan nyaris selalu dimenangkan oleh Penulis, muncullah poin pertama ini. Jadi, kata beliau, Penulis itu selalu punya alasan untuk engga disahkan sebagai pihak yang bersalah. Ngelaaaaaaaaak aja terus. Lama kelamaan, si kawan ini pun menyerah.

2. Keras Kepala

Masih dari narasumber yang sama, beliau bilang kalau Penulis adalah orang yang keras kepala. Mau beliau bilang apa juga kalau si Penulis udah teguh sama A, ya, harus A.

3. Sering Sesuka Hati

Nah, untuk yang satu ini, sebenarnya Penulis udah membatasi hanya kepada orang-orang yang pantas dan sanggup untuk di-suka-hati-kan. Jadi kata narasumber ini, Penulis itu ga peduli, mau orang itu ada janji sama orang, kek, mau dia lagi sibuk, kek, kalau Penulis butuh, ya, tinggal datang terus jemput paksa si kawan. Hehehehe....

4. Suka Bohong ke Diri Sendiri

Poin keempat ini tercetus karena menurut si kawan, Penulis ini sering banget menyangkal apa yang sedang terjadi di diri Penulis. Misal, di satu kondisi, Penulis diterpa masalah, di saat yang sama, Penulis juga harus menyelesaikan suatu pekerjaan. Si kawan ini bilang kalau Penulis ini lagi 'setres', tapi Penulis keukeh kalau Penulis ga stres, Penulis baik-baik aja, Penulis kuat. Sebenarnya ada hal positif dari hal ini. Ini tuh semacam motivasi supaya tetap tegar walau badai lagi menerjang luar biasa. Tapi negatifnya adalah, Penulis ngerasa semua bisa dikerjakan sendiri, padahal engga. Ujung-ujungnya kalau udah kacau, baru lah minta tolong orang.

5. Suka Mengulur-ulur Waktu Sholat

Hehe, malu ngejelasinnya. Lanjut ke poin berikutnya aja, ya.

6. Sering Ga Tau Mana Prioritas

Kalau ini, menurut si narasumber, sering terjadi saat Penulis lagi sibuk-sibuknya. Udah taunya dia harus ngerjakan ini, harus ngerjakan itu, tapi kalau ada yang datang minta tolong, terus aja diterima, dan perkerjaannya terbengkalai gitu aja.

7. Terlalu Baik

Ini lanjutan dari poin keenam. Hmm, sebenernya bukan terlalu baik, tapi Penulis ga tega untuk menolak membantu. Segan. Apalagi sama yang ga terlalu kenal. Si kawan ini malah yang jengkel liat Penulis kaya gitu. Jadi, kalau Penulis berani menolak membantu dengan alasan yang mengada-ada, itu tandanya kita udah kenal.

8. Suka Ga Percaya

Selama ini, Penulis ga mau basa basi sama orang. Kalau mau minta tolong, ya, tinggal bilang. Ada maunya ga pake jadi penjilat dulu. Misal, karena mau minta uang lebih supaya bisa beli sepatu baru, jadi rajin di rumah, kamar dirapikan, piring-piring kotor pada dicuci. Padahal biasanya malasnya naudzubillah. Engga, Penulis ga mau jadi penjilat macam itu. Nah, berangkat dari hal itu, Penulis berpikiran kalau ada orang yang tiba-tiba SMS atau chat, Penulis mengambil kesimpulan kalau seseorang itu mau sesuatu. Jadi ada satu masa, si kawan ini tiba-tiba tanya Penulis lagi apa, lagi di mana. Terang aja Penulis mikir yang iya iya. Tapi si kawan ini ngotot kalau dia emang cuma mau tau. Then, none wins the fight. Ahahahaha...

9. Ga Peka

Untuk yang satu ini, sebenarnya masih kontradiksi, sih. Karena sejujurnya, Penulis kadang tau apa maksud kode orang, Penulis kadang tau apa mau orang. Tapi, di sini Penulis enggan untuk mengerti. Bukan sombong, tapi coba pikir begini, deh, Tuhan udah memberikan kita anugerah untuk bisa berkomunikasi. Kenapa engga bilang langsung aja? Kenapa mesti nunggu orang lain paham maksud dari segala tanda-tanda atau sinyal-sinyal yang kamu kasih? Yang capek kamu sendiri, kok.

Tapi namanya manusia, ada celanya juga. Penulis kadang emang ga paham sama kode-kode orang lain. Entah karena kurang bersosialisasi dengan manusia atau apa Penulis juga kurang tau. Jadi ada masanya  Penulis keliatan bodoh karena ga peka sama tanda yang dikasih orang lain.

10. Kurang Bersyukur

Kalau poin ini, Penulis sendiri yang jengkel sama diri Penulis. Apa-apa ada, orang yang peduli, banyak. Tapi gara-gara satu orang aja ga perhatian ke Penulis, Penulis udah uring-uringan, berasa jadi makhluk paling nelangsa di dunia yang fana ini. Ah, entahlah.

11. Menghabiskan Waktu Seabad untuk Makan

Tenang, itu cuma kiasan kok. Tapi maknanya ga jauh beda lah. Jadi, dari dulu, sih, ini sebenarnya, Penulis itu emang lama waktu makan. Makanan itu dikunyaaaaaaaaaaaaah aja, ga ditelan-telan. Udah diledekin juga ga peduli. Hmm, padahal ga selalu kok Penulis makannya lama. Cuma, waktu Penulis makan cepat, orang pada ga notice. Ga jarang kok 10 menit nasi di atas daun pisang udah lenyap (Penulis merupakan anak kost yang makan terbang, jadi ga terbiasa makan pake piring).

12. Terlalu Rapi

Padahal poin ini masuk ke '7 Kebiasaan Baik', ya, kan? Tapi ternyata ada juga yang ZBL bin KZL ke Penulis gara-gara hal ini. Biasanya sih tulisan. Ga ngerti deh sama paradigma orang. Ada gitu, aturan yang bilang 'tulisan cowok mesti berantakan, tulisan cewek mesti rapi'? Ga ada, kan? Tapi beberapa cewek kalau udah liat tulisan tangan Penulis, pasti bilang, "Udah, jadi cewek aja! Tulisan cowok kok rapi kali gini." Ini mah namanya saling KZL, soalnya Penulis juga KZL kalau ada yang bilang gitu ke Penulis.

13. Tidak Bisa Menempatkan Diri

Ini selalu Penulis anggap sepele. Karena biasanya terjadinya juga waktu bercanda. Jadi, Penulis itu, menurut si narasumber, ga pintar untuk mengatur isi percakapan saat berdua dgn percakapan saat di tempat umum. Penulis menyamaratakan percakapan. Jadi si narasumber ga hanya jengkel, tapi juga tersinggung. Mungkin karena Penulis ga peka, kali, ya.

14. Kekanak-kanakan

Hehe, kalau ini, lebih kepada selama ini berkawan dengan yang usianya lebih tua. Di rumah memang ada adek, banyak malah. Tapi sama Umi selalu dimanja. Di kost juga dari dulu jadi yang paling muda, jadi adek-adeknya. Bahkan dalam pergaulan pun gitu, dibanding sama yang sebaya, lebih dekat ke yang lebih tua. Nah, karena itulah sering dianggap manja, kek anak-anak. Dan orang ga suka itu, apalagi di usia 22 sekarang ini.

15. Terlalu Santai

Sejalan dgn poin sebelumnya, poin ini masih dicetuskan oleh narasumber yang sama. Jadi, menurut di kawan, Penulis itu terlalu menggampangkan sesuatu. Santaaaaaaaaaaaaaaii kali. Ga peduli dia tugasnya belum selesai, anteng aja sambil liat temennya keteteran. Terakhir, gilirang dia yang keteteran. Tapi ini jarang terjadi kok. Tetep santai.

Cuma, ya, mungkin emang dasar si kawan ini ga bisa liat orang 'kelelar-keleler', jadi Penulis sering diomeli gara-gara ini. Ihihihihi...

16. Sering 'Nge-kodein' Orang Lain

Penulis agak ga paham waktu si kawan mencetuskan poin ini. Waktu ditanya penjelasan lebih lanjut, si kawan cuma jawab, "It refers more to non-verbal communication, as eye contact and fully meaning hidden smile." Mungkin ini karena Penulis sering kasih gestur aneh, kaya ngangkat sebelah alis. Tapi ini biasanya ga berarti apa-apa selain heran. Cuma menurut si narasumber, lawan bicara bisa mengertikan buruk dari gestur itu. Jadi si kawan suka KZL kalau Penulis udah bikin gestur gitu. Padahal it happens spontaneously. Ga ada perencanaan sebelumnya.

17. Punya Banyak Rahasia

Poin ini, tercetus oleh si narasumber, karena menurutnya Penulis itu kalau cerita, suka ga lengkap. Seperti ada bagian yang hilang atau disembunyikan, dan dia ga suka itu. Dia mikirnya gini, 'gimana aku mau terbuka samamu kalau kau aja ga bisa terbuka samaku?!' Berat, ya? Well, sometimes, it's better to let something unsaid, than tell them and everything's gonna be messy. Penulis pernah cerita ke beberapa orang, but, yeah, you can expect how they react. Sejak saat itu, Penulis mikir, kalau masih mau berteman sama dia, ya, harus pake topeng ini kemana-kemana.

18. Suka Membuat Orang Menunggu Alias Terlambat

Ah, kalau ini, ga tau kenapa, ada aja pengalih perhatian Penulis hampir setiap mau bergerak memenuhi janji sama seseorang. Jadi, ya, gitu, datangnya terlambat, orang yang nunggu KZL.

19. Ga Bisa Sekali Dikasih Tau

Poin ini datang dari Umi. Beberapa pertengkaran di rumah itu dipicu sama hal ini. Jadi, Abi itu KZL kalau Penulis datang terlambat ke mesjid, padahal lagi ga ngapa-ngapain. Ngomel lah itu Umi, jam 12 siang udah teriak-teriak nyuruh mandi. Tapi si Penulis baru bangkit setelah teriakan ketiga atau keempat. Hehehehe...

Haaaiiiiiiih! Penulis susah mikir untuk yang ke-20 itu
apa. Ada saran? Atau ada dari tulisan di atas yang menurut kalian ga sesuai?

20. Cerewet

Poin ini disuruh dimasukin sama di Wawa, supaya lengkap, katanya. Oke, poin ke-dua puluh, Penulis itu cerewet. Cerewet dalam artian, tukang ngomel. Jadi, misalnya, nih, ada kawan yang melakukan kesalahan atau semacamnya, untuk membenarkannya, Penulis ga cukup cuma bilang sekalimat-dua kalimat. Mesti berparagraf-paragraf sampai yang diomeli tumpe-tumpe. Tapi tenang, ini cuma berlaku ke beberapa kawan yang udah dekat atau menerima kalo di-cerewet-in kok. Jadi kalau kamu ga masuk dari dua kategori di atas, kamu ga bakal kena.

Olrait! Ada yang lain lagi atau ada yang kurang tepat? Monggo!

Wednesday, September 28, 2016

Apakah Itu Cinta? Benarkah Cinta Pertama Itu Ada?

Postingan ini merupakan bagian dari proyek #Blogger'sChallenge yang kali ini bertemakan 'Cinta Pertama' dari Saudari Nadya Rizki Ardhani.

Oke, kalau di postingan sebelumnya Penulis nyaris gagal untuk mengikuti tantangan, maka kali ini Penulis mendeklarasikan bahwa Penulis gagal.

Maaf, tapi saat Nadya mencetuskan tema untuk periode ini, kepala Penulis mendadak kosong.



Cinta Pertama?

Jatuh cinta untuk pertama kali?

Apa itu cinta?

Apakah saat kamu merasa sangat terpesona pada apapun yang ada pada seseorang? Yang jika melihatnya, kamu merasa bahwa sepertinya salah satu dari penghuni Nirwana telah tersesat di Bumi.

Apakah itu?

Jika iya, maka Penulis pernah merasakannya, dulu sekali. Jauh sebelum Penulis tau apa arti kata motorcycle, plane, doll. Yeah, it was on Kindergarten.

Apakah saat kamu merasa jantungmu berdetak 2-3 kali lebih cepat dari biasanya? Saat melihatnya merupakan candu bagimu? Saat kamu bahkan tak ingin melepasnya meski kamu tau bukan namamu yang ada di hatinya?

Apakah itu?

Jika iya, maka Penulis pernah merasakannya, dulu. Saat Penulis terlalu naif akan cinta, merelakan hatinya hancur berkeping-keping menatap kekasih hatinya masyuk menenggelamkan diri pada kemesraan dengan yang bukan dirinya demi mempertahankan sang kekasih hati agar selalu di sisinya, secara harfiah.

Apakah saat kamu merasa nyaman, merasa menemukan tempat berlabuh, hingga rela menyerahkan segalanya pada sang kekasih hati?

Apakah itu?

Jika iya, lagi-lagi Penulis juga pernah merasakannya. Saat lagi-lagi Penulis naif akan cinta, menyerahnya segalanya untuk sang kekasih hati hingga lupa bahwa jika hati diberikan secara penuh, maka luka yang akan diterima saat keadaan berubah akan penuh pula. Well, menyakitkan, tapi itu pembelajaran.

Atau apakah, ini yang terakhir, saat keberadaannya menghisap habis isi kepalamu hingga jangankan sekelumit adegan, bahkan sebait kata pun sulit untuk terucap? Saat jantungmu justru melemah, dan mendadak terserang ribuan jarum saat melihatnya bercengkrama dengan yang bukan kamu?

Apakah itu?

Jika memang itu iya, Penulis pernah merasakannya. Saat berada di dekatnya terasa membunuhmu namun berjauhan dengannya menimbulkan cambukan rindu yang bahkan tak membuatmu merasa lebih baik. Saat mendengar namanya atau sekilas melihat wajahnya baik langsung maupun lewat foto membuatmu merasa melambung tinggi ke angkasa kemudian jatuh terhempas ke atas jalanan aspal lantas terlindas roda-roda raksasa hingga luluh lantak tak bersisa.

Sunday, September 25, 2016

7 Kebiasaan Baik Tentang Diri Saya? Sepertinya Bohong Deh

Postingan ini merupakan bagian dari proyek #Blogger'sChallenge yang mana temanya adalah ‘7 Kebiasaan Baikku’ dari Nurwahidah Waruhu.

Sama kaya tema sebelumnya, tema kali ini juga bikin Penulis putar otak. Demi apa Penulis harus mikir-mikir kebiasaan baik. Kalau kebiasaan buruk, mah, gampang. 20 biji juga Penulis sanggup nulisnya.


Nah, ini kebiasaan baik. Kita, kan, ga tau, ga bisa menilai diri sendiri, karena belum tentu yang kita anggap baik, bernilai baik juga di mata orang. Selain itu, entar kalau ngungkapin kebaikan diri sendiri, rasa-rasanya jatuhnya engga jauh-jauh dari sombong sama pamer.

Karena kepikiran sama masalah di atas, akhirnya Penulis memutuskan untuk bertanya sama temen yang akhir-akhir ini sering menghabiskan waktu sama Penulis. Bisa dibilang kali ini Penulis gagal untuk menjalani tantangan.

Kenapa? Well, Penulis cuma berhasil ngumpulin ‘6 Kebiasaan Baik.’

Nah, karena ‘6 Kebiasaan Baik’ berikut ini dicetuskan sama orang lain, jadi nilai baik buruknya dilihat dari kacamata si ‘Kawan.’ So, kalau menurut kalian itu ga baik, ya, gapapa. Toh, bukan nilai kalian yang Penulis pakai di sini.

Jadi, di bawah ini merupakan ‘6 Kebiasaan Baik’ Penulis menurut temen-temennya.

1. Santai tapi Pasti

Orang pertama yang Penulis tanya itu bilang kalau Penulis itu setiap ngerjain sesuatu, ngerjainnya perlahan, santai, tapi jelas akhirnya. Maksudnya, pekerjaan yang dikerjakan itu selesai. Sesuai sama pepatah Jawa: Alon alon asal kelakon

BTW, momen waktu Penulis tanya ini, tuh, jam 2 dinihari, yang ditanya lagi telponan sama pacarnya. Ga tau, deh, dia terganggu atau engga. Ihihihihihi…

2. Rapi

Orang kedua yang Penulis tanya bilang kalau Penulis itu cowok yang serba rapi. Mulai dari pakaian, tulisan, sampai rambut. Hmm, dia belum liat aja kamar Penulis bentuknya gimana. Ihihihihi…

3. Pilih-Pilih Makanan

Pilih-pilih makanan di sini, tuh, maksudnya makanan sehat. Yah, dia belum tau, aja, kalau Penulis udah lapar, semua dihajar. Hahaha… Tapi dari kacamata dia (walaupun dia ga pakai kacamata), Penulis itu cukup mikir-mikir dalam hal memilih makanan.

Misal, nih, kemarin udah makan bakso, nah, hari ini bakso dihapus dari makanan yang boleh dimakan. Tau porsi lah istilahnya. Makanan ga sehat masih dimakan, tapi frekuensinya diatur sedemikian rupa.

4. Menghargai Makanan

Lanjut ke orang yang keempat. Nah, si kawan ini bilang kalau Penulis itu tipe orang yang ga mau buang-buang makanan. Dia mikir begini karena dulu pernah coba sampo lain. Tapi ketombenya balik lagi, balik lagi. Aku pake pasir aja. Oke, Penulis gagal fokus.

Jadi pernah satu waktu kami lagi makan bareng. Nah, ga sengaja, makanan yang lagi Penulis makan itu jatuh ke atas paha Penulis (Penulis lupa waktu itu lagi makan apa). Karena jatuhnya ke atas paha, Penulis santai, donk, ambil itu makanan terus masukin ke mulut. Dari kejadian itulah poin keempat ini lahir.

5. Minum dan Makan Menggunakan Tangan Kanan

Nah, kalau ini, temen dari Zaman Batu juga udah ga heran sama kebiasaan Penulis yang satu ini. Dan mereka juga ga masalah kalau Penulis menegur mereka waktu mereka lupa makan  dan minum pakai tangan kiri. Tapi tenang, ga ke semua orang, kok, Penulis menerapkan hal ini. Tipe-tipe orang yang nyablak waktu diingatkan, mereka langsung Penulis hapus dari daftar orang yang pantas untuk diingatkan.

BTW, kebiasaan ini Penulis bawa dari rumah. Dari mulai Penulis bisa makan minum sendiri, Orang tua Penulis  membiasakan kami, anak-anaknya, untuk makan dan minum menggunakan tangan kanan. Dalilnya itu mulai dari Hadits, Sunnah Nabi, sampai dongeng. Hasilnya, ya, alhamdulillah, Penulis terbiasa makan dan minum menggunakan tangan kanan.

6.  Mendahulukan Tidur daripada Tugas

Orang keenam kasih jawaban yang agak absurd. Mendahulukan tidur daripada tugas. Penulis sampai nanya ulang, loh! Dan dengan santainya si kawan menjawab, “Menurut aku itu baik.” Oke, Penulis ngalah. Sekali lagi, yang dipakai di sini sudut pandang, nilai, maupun kacamata dari orang yang ditanya (kali ini orangnya beneran berkacamata). Jadi, ya, poin absurd ini Penulis masukkan ke sini. 

Well, orang yang pernah ‘bobo’ atau ‘kumpul kebo’ bareng Penulis pasti tau kebiasaan Penulis yang satu ini. Dimulai dari kelas XI dulu, saat tugas beberapa orang menjadi tanggungjawab Penulis. Karena banyak yang harus dikerjakan, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan itu semua juga banyak. Alhasil, Penulis harus begadang.

Penulis tau, kalau begadang tanpa tidur, besok paginya Penulis bakalan oyong. Jadi Penulis memutuskan untuk tidur dulu. Kalau dinihari terbangun, ya, syukur. Kalau subuh baru terbangun, ya, terima nasib pagi itu bakalan jadi pagi warbyazzaaaa.....

Beberapa kegiatan harus dilakukan di satu waktu. Jadi di situ Penulis pakai seragam, di situ Penulis sarapan (Penulis lebih suka makan di dalam kamar tidur), di situ juga Penulis berkutat dengan laptop dan printer. Ga jarang Penulis juga berkutat dengan kertas jeruk, plastic sampul, dan lakban. Pokoknya warbyazzaaaaa.....

7. Mudah Memberikan Bantuan

Ternyata setelah Penulis mengecek ulang riwayat percakapan di BBM, ada salah satu temen yang kasih dua opini. Jadi Penulis ga jadi gagal, hehehehe…

Poin terakhir ini, muncul karena menurut dia, Penulis itu gampang dimintai pertolongan. ‘Rif, kawanin kesana, yok?’ ‘Rif, tolong beli ini, lah?’ ‘Rif, titip itu, ya?’ Semacam-semacam itu lah. 

Bukan mau sok baik, tapi Penulis punya prinsip begini, ‘Kalo kau mau Allah bantu urusanmu, kau juga harus mau bantu orang lain.’ Perlu ada sedikit penjelasan di sini. Jadi tujuan Penulis bantu orang itu ada dua, pertama, karena emang niat bantu, kedua, karena mau nantinya urusannya dipermudah sama Allah. Di sini Penulis bantu orang, ga mengharap bantuan balasan dari orang yang udah Penulis bantu. Penulis cuma berharap, jika ada masanya nanti Penulis butuh bantuan, Allah mau memberikan keringanan ataupun mengirimkan seseorang untuk membantu. Ga peduli orangnya siapa.

Well, udah 7 poin, nih. Kelar donk, ya? Hehehehe…

Thanks to Abang di kamar sebelah yang heboh bangunin Penulis jam 3 dinihari karena ga bisa masuk ke kost, soalnya kunci gembok di gerbang aku yang pegang. Kalau ga karena dia, tulisan ini belum ada sekarang, ihihihihi…

Udah hari minggu nih! Penulis siap, penulis siap! Apa Challenge berikutnyaaa? Ahahahaha… 

Wednesday, September 21, 2016

Rencana Saya 5 Tahun Ke Depan

Postingan ini merupakan bagian dari proyek #Blogger'sChallenges yang kali ini bertemakan tentang 'Rencana Lima Tahun kedepan' yang dicetuskan oleh Saudara Boy Atlaliust Simangunsong.


Pertama kali baca temanya, kalimat yang langsung muncul di kepala adalah 'WTF' (IYKWIM). Kasar, ya? Well, beralasan kok. Penulis kurang pintar memperkirakan atau merencanakan masa depan. Alasannya sederhana, Penulis lelah berharap dan ngerasain sakit. Dulu, sebelum jaman sepeda belum ada, Penulis itu suka banget bikin rencana ini itu. Entar pengen jadi ini, pengen jadi itu, pengen jadi kaya dia, dsb.

Sayang, itu berubah sejak Negara Api menyerang. Saat sebelia itu Penulis dipaksa harus realistis kalau, 'Hei, Kamu! Rencanamu ga akan bisa berhasil,' atau 'Woy! Mimpimu terlalu tinggi!' Nah, sejak saat itu, Penulis memutuskan untuk menjalani apa yang ada di depan mata.

Gimana dengan besok? Liat aja apa yang bisa dikerjakan besok.

Yaaaaaaah, tapi namanya juga tantangan, kan? Kalau ga dikerjakan, berarti gagal. Baiklah, baiklah. Mari ikut Penulis mereka-reka kejadian 5 tahun kedepan.

Dimulai dari selesai Wisuda Oktober nanti, Penulis akan berjuang sekuat tenaga menjadi 'Jobseeker' hingga waktu yang tidak ditentukan. Sembari mencari 'modal', Penulis juga mempersiapkan diri untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, S2 a.k.a. Magister. Jadi sambil ngumpulin pundi-pundi Rupiah, Penulis juga belajar lagi; belajar supaya skor TOEFL di atas 500, ngurus surat keterangan sehat, latihan sama soal-soal tes masuk PT, dsb.

Kemudian, Penulis akan memulai studi S2-nya pertengahan tahun depan di salah satu Perguruan Tinggi di Indonesia. 

Kok cuma di Indonesia? Ya, Penulis terinspirasi dari lagu Maudy Ayunda yang 'Tau Diri.' Penulis tau diri lah gimana kemampuan akademik dan finansial Penulis. Jadi ga mau muluk-muluk pengen S2 ke luar negeri, setidaknya untuk saat ini.

Waktu dua tahun setengah akan Penulis habiskan di bangku kuliah (lagi), dengan major Linguistik. Kalau ada konsentrasinya, Penulis akan ambil yang konsentrasi Terjemahan. Tapi kalau ga ada, ya, Linguistik aja. Niatnya sih, sambil kuliah, Penulis juga kerja, jadi beban orang tua agak lebih ringan. Secara anak yang kuliah ada 2 orang.

Kemana Penulis selanjutnya? Jelas, bekerja.

Jadi apa? Nah, di sini, rencana Penulis bercabang jadi 2.


Cabang pertama, Penulis akan mendaftar untuk jadi dosen Bahasa Inggris, di manapun itu. Jadi udah jelas, 3 tahun sisanya itu akan dihabiskan dengan mengajar.

Cabang kedua, Penulis akan mendaftar di perusahaan di Divisi Editor bagian Terjemahan mereka. Selain itu, Penulis akan buka jasa Terjemahan untuk umum. Jadi 3 tahun sisanya akan Penulis habiskan dengan kertas-kertas putih penuh tulisan, kamus, dan monitor komputer.

Udah 5 tahun, kan? Udah. Oke, Penulis rasa udah cukup cantik rencana di atas. Semoga benar-benar bisa terwujudkan. Amin!

Sunday, September 18, 2016

Jujur atau Bohong? Tulus atau Bulus? Temukan Jawabannya

Postingan ini merupakan bagian dari proyek #Blogger'sChallenges yang kali ini bertemakan tentang ‘Krisis Kepercayaan’ yang diajukan oleh Muhammad Arif alias penulis sendiri.

Topik ini muncul karena komentar penulis di salah satu gambar teman di kontak BBM penulis. Isi fotonya  terdiri dari beberapa baris tulisan berbahasa Inggris dan di bawah tulisan itu ada gambar orang dengan kemah dan api unggunnya, mengisyaratkan seseorang yang anti sosial.

Percakapan berawal dari sikap orang yang diilustrasikan di dalam gambar itu, kemudian merembet ke masalah pribadi. Pembahasan yang awalnya ringan berubah jadi agak sedikit berbobot karena sudah berhubungan dengan hal-hal berbau pribadi. Bagaimana rasa percaya kepada seseorang itu terkikis sedikit demi sedikit yang lebih banyak disebabkan oleh ketidaktulusan dan ketidakjujuran pelaku kepada si kawan.


Tanya jawab yang berubah menjadi acara nasihat menasihati pun tak terelakkan lagi. Hingga akhirnya percakapan selesai dengan si kawan menerima nasihat dari penulis dan memutuskan membiarkan makhluk-makhluk tak-tulus dan tak-jujur menikmati dunia.

Terus, bagaimana pendapat penulis tentang krisis kepercayaan?

Penulis mulai dari definisinya. Krisis kepercayaan, menurut penulis adalah suatu kondisi atau situasi di mana seseorang merasa kebingungan, gundah gulana karena kenyataan yang ada di hadapannya menunjukkan kalau sulit sekali menemukan orang yang bisa sepenuhnya dipercaya.

Apa penyebabnya? Ini menurut pengamatan penulis, yaaaaa. Jadi, sulitnya menemukan orang yang bisa dipercaya sepenuhnya adalah karena berbohong dan melakukan sesuatu dengan tak tulus itu udah membudaya di lingkungan kita. Kenapa bisa begitu? Penulis akan menjelaskan dari sisi positif dan negatif.

Pertama, kenapa orang sekarang gampang untuk bohong? Jawaban dari sisi negatifnya, karena dengan berbohong, dia akan selamat. Misal, nih, ya, kamu ditanya ortu, “Tadi abis pulang sekolah kemana? Kok lama?” Kalo kamu jujur bilang kamu mampir ke warnet, kamu akan otomatis dimarahi sama ortu. Tapi karena kamu jawab kamu ngerjain tugas kelompok bareng temen, ortu kamu cuma ngangguk-ngangguk dan kamu selamat. Apa jawaban dari sisi positifnya? Sebenernya ga ada hal positif dari berbohong, walaupun banya orang bilang ‘berbohong demi kebaikan’. Tapi ini kan lapaknya penulis, suka-suka penulis donk.

Nah, jawaban dari sisi positifnya itu begini, jaman sekarang itu serba salah, jujur salah, bohong juga salah. Kenapa? Pernah engga kamu ketemu orang macam ini, waktu dibohongi, dia marah, waktu orang jujur ke dia, dia ga terima. Pernah? Pasti pernah. Misal, kamu merupakan salah satu dari orang-orang yang termasuk golongan LGBT, contoh: gay. Nah, terus kamu ditanya, “Kamu kok ga punya cewek sih?” Kalo kamu jujur bilang kamu gay, kemungkinan besar kamu bakalan dikucilkan sama mereka (inget ini Indonesia). Tapi kalo kamu bohong, bilang kalo kamu lagi pengen berkarir segala macam lantas dikemudian hari mereka tau kalo kamu bohong, kebanyakan mereka pasti bakal bilang di awal, kenapa harus bohong sih? Kalo kamu jujur, kami kan pasti usaha untuk nerima kamu! See? Kebanyakan orang sekarang itu serba salah, ga mau dibohongi, tapi dikasih jawaban jujur ga terima.


Lanjut ke poin kedua. Tulus. Sekarang banyak orang yang ga tulus berteman, ga tulus menolong. Kenapa? Alasan pertama, asas manfaat. Jadi dia mengharapkan timbal balik. Dia bantu kamu, kamu juga HARUS bantu dia. Kata ‘harus’nya dikapitalin, nunjukkin kalo seseorang itu udah bantu kamu, suka ga suka, mau ga mau, waktu dia butuh bantuan, kamu dipaksa untuk kasih bantuan ke dia.  Atau karena kamu bermanfaat untuk hidupnya. Jadi selagi kamu masih bisa dimanfaatkan sama dia, dia bakalan betah, kok, jadi temen kamu.

Alasan kedua? Nah, sama kaya cerita bohong-jujur sebelumnya, kebanyakan orang sekarang itu serba salah. Misal kamu jadi pelaku. Kondisinya ini kamu sedang dalam mood yang buruk. Lantas ada yang minta tolong. Waktu kamu bantu tapi dengan setengah hati, si penerima bantuan mungkin bakal bilang, "Niat bantu, ga, sih?" Tapi kalo ga dibantu, dia bakal bilang, "Sombong kali ga mau bantu, awas aja kalo dia minta tolong."

Well, begitulah keadaan kita sekarang ini. Mau memperbaiki? Mulai dari diri sendiri. Selamat berusaha jujur dan tulus!

Monday, September 12, 2016

Serba Serbi Malam Minggu, Dilema Seorang Jomblo

Tulisan ini merupakan bagian dari proyek #Blogger'sChallenge dengan topik 'Dinamika Malam Minggu'

Apa hal pertama yang terlintas di pikiran kalian saat mendengar kata 'malam minggu'? Sebagian dari kalian pasti akan menjawab: apel; pacaran; jalan bareng pacar; dan lain sebagainya. Tapi ga dikit juga kalian yang akan menjawab: kangen mantan; galau; mengurung diri di kamar; dan sejenisnya.

Tapi kembali lagi ke penulis, apa yang terlintas di pikiran si penulis kalo mendengar kata 'malam minggu'? Jawabnya, absurd, ga jelas. Kenapa? Yaaaaah, sederhana. Penulis menganggap malam minggu itu hampir ga ada bedanya dengan malam-malam lainnya. Yang sedikit berbeda adalah, malam minggu merupakan malam di mana besoknya adalah hari minggu yang notabene hari libur. Otomatis malam minggu itu malamnya bagi penulis untuk bersantai, menyalurkan ide, atau sekedar menonton tv.

Terus timbul pertanyaan, emang di malam lain ga bisa santai? Ga nonton tv? Well, kaya yang penulis bilang sebelumnya, malam minggu itu HAMPIR sama dengan malam lainnya. Jadi, di malam-malam lain, penulis tetep nonton tv kok, tetep bisa nyantai juga. Cuma bedanya, waktu malam minggu penulis ga perlu buka-buka buku pelajaran. Keliatannya penulis malas belajar, ya? Sesama pelajar, pasti kalian bakal ngerti kok apa yang dirasain sama penulis.

Terus, gimana dengan jalan bareng pacar? Apel? Hmm, maaf, dari jaman masih pake tv duo colour sampe jaman tv quarto colour, dari jaman masih jomblo trus pacaran sampe jomblo lagi, ga ada di kamus penulis itu malam mingguan bareng pacar. Bukan berarti penulis ga pernah pacaran, yaaa. Penulis pernah pacaran kok. Tapi, ya, gitu, ga ada acara malam mingguan ama pacar. Pacarannya cuma ketemu siang, atau kalo pun ketemu malam, ya, karena ada acara tertentu aja. Misal, ada kondangan atau maulidan dan semacamnya. Jadi ga mesti tiap malam minggu jalan keluar, makan bareng, haha hihi ga jelas dan sebagainya dan sebagainya.

Lantas, gimana pendapat penulis tentang orang-orang di golongan kedua (cek paragraf pertama)? Penulis sih mikirnya gini, selagi dia ga mengganggu urusan orang lain, biarin lah. Ga usah pala mengurusi urusan orang lain. Mau mereka bergalau ria, kek; atau mengurung diri di kamar, kek; itu terserah mereka. Tapi, ya, inget, sesuatu yang berlebihan itu pasti ga baik. Galau secukupnya aja, mengurung diri di kamar juga ga usah kelamaan. Sayur juga kalo kebanyakan garam bakalan ga enak untuk dimakan. Well, intinya pintar-pintar ngatur diri, ngatur hati lah.

Ecieee, tiba-tiba penulis bawa-bawa kata hati. Masih nyambung donk! Malam minggu > Pacaran > Hati. Yaaaaaah, meski ga semua orang pacaran pake hati, kita pake terminologi yang seharusnya aja lah. Di mana-mana pacaran itu, ya, pake hati.

https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi_lLm0wtTQAhVKQ48KHWKADocQjRwIBw&url=%2Furl%3Fsa%3Di%26rct%3Dj%26q%3D%26esrc%3Ds%26source%3Dimages%26cd%3D%26cad%3Drja%26uact%3D8%26ved%3D0ahUKEwi_lLm0wtTQAhVKQ48KHWKADocQjRwIBw%26url%3Dhttps%253A%252F%252Fwww.brilio.net%252Fngakak%252F11-meme-malam-minggu-ini-dijamin-bikin-jombloers-tersenyum-ceria-160512q.html%26psig%3DAFQjCNH26BLFjz7d5BKmYoUcNYXKD5wEAQ%26ust%3D1480734032888795&psig=AFQjCNH26BLFjz7d5BKmYoUcNYXKD5wEAQ&ust=1480734032888795
Balik ke topik kita. Terus, gimana pendapat penulis tentang orang-orang di golongan pertama? Bisa dibilang, penulis juga mikir hal yang sama, selagi mereka ga ganggu urusan orang lain, biarlah. Kalian juga ga suka, kan, kalo urusan kalian diusik. Tapi, ya, tetep, pacarannya yang bener. Ga perlu ceramahin penulis tentang 'Pacaran di dalam agama itu dilarang'. Kalo mau ceramah, di lapak sebelah aja, ya, jangan di sini.

Pernah ngerasa iri engga sih kalo lagi jalan pas malam minggu trus liat orang pacaran? Tergantung yang diliat keadaannya gimana sih. Kalo pacarannya pake acara pegangan tangan, colek-colekan pinggang, atau elus-elus bahu, jujur aja, ya, penulis malah geli liatnya. Tapi kalo yang diliat itu sepasang kekasih yang duduk saling berhadapan, ga ada kata, ga ada suara, cuma ada saling tatap dan senyum sebagai bahasa mereka, well, penulis iri. Iya, donk. Kalo ngeliat yang begitu, terasa kalo cinta itu ga perlu BANYAK bicara, ga perlu BANYAK penjelasan. Yang penting di hati masing-masing udah saling tau siapa dia dan nama siapa yang dia jaga di dalamnya.

Kita sampai di akhir cuap-cuap penulis. Terserah kita mau gimana memaknai kata 'malam minggu' itu. Karena yang ngerti itu cuma kita sendiri. Yang punya pacar, silakan berpacaran ria. Yang ga punya pacar, silakan cari kegiatan bermanfaat untuk mengisi waktu, bereksperimen dengan hal baru, melanjutkan hobi yang selama weekday ga bisa dilakukan dan lain-lain. Mungkin itu aja. See you in the next cuap-cuap yaaaaaaaaak!

Tentang Moody

Halo pembaca kece! Di postingan kali ini, aku ditantang sama Kak Rina untuk menceritakan tentang tanggapanku terhadap seseorang yang mo...