Friday, August 25, 2017

Bagaimana Pengalaman Mengikuti Kompetisi?



Whaaaaa! Kayanya udah lama banget ya, Penulis ga update tulisan di blog ini. Yah, gimana, ya, Penulis itu nulis karena emang suka, bawaan hati, jadi kalo hati lagi ngga pengen nulis, ya ga nulis. Jadi dari bulan Mei sampai udah mau abis Agustus ini Penulis lagi masuk pada masa di mana pikiran Penulis kemasukan banyak hal. Misalnya seleksi masuk UNS untuk studi magister, terus dilanjut kegiatan di organisasi yang ga abis-abis yang disambi dengan mengajar kursus. Memasuki bulan Juni, bulan Ramadhan, mood Penulis semakin ngga memungkinkan untuk nulis. Di bulan Juli, Penulis sibuk mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi beasiswa, semoga aja lulus, amin!

Kayanya udah cukup ngelesnya, ya? Baiklah, kita masuk ke topik bahasan.

Jadi topik kali ini si Rian pengen tau pengalaman masing-masing ABC (Anak Bloggers’ Challenge) saat mengikuti kompetisi. Well, sebenarnya ga banyak sih kompetisi yang pernah Penulis ikuti, tapi mari kita cek satu-satu ya!

Pengalaman Waktu Mengikuti Kompetisi


Seperti yang Penulis katakan di atas, Penulis ga punya banyak pengalaman kompetisi. Ya, gimana lagi, bakat yang Penulis punya cuma jadi orang yang menyebalkan dan jadi heart breaker alias tukang matahin hati anak orang. Jelas lah ga ada kompetisi yang bisa Penulis ikuti. Tapi seingat Penulis, Penulis pernah beberapa kali ikut lomba kok. Yok lah, kita cerita!

Lomba Antar Siswa di Madrasah


Jadi, dulu waktu Penulis masih duduk di bangku SD, Penulis sekolah di dua sekolah, SD umum dan Madrasah Ibtidaiyah atau biasa di singkat MI. Jadwal MI ini ngikutin jadwal SD. Kalo SD-nya masuk pagi, maka MI masuknya siang. Kalo SD-nya masuk siang, maka MI-nya masuk pagi.

Nah, setiap menjelang peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dan Isra’ Miraj, MI tempat Penulis sekolah bakalan mengadakan lomba untuk siswa-siswanya. Ada beberapa cabang lomba, misalnya lomba adzan, lomba sholat subuh, lomba menghapal surat pendek, juga lomba peragaan busana muslim.

Lomba yang biasanya Penulis ikuti itu cuma dua, lomba sholat subuh dan lomba menghapal surat pendek. Kalo lomba adzan, Penulis ga pernah. Ngeri rasanya. Boro-boro ikutan lomba, sekali terpaksa adzan di mesjid aja groginya setengah mampus. Itu baju udah kaya abis dipake olahraga saking gugupnya!

Di dua cabang itu, biasanya lawan Penulis para siswi atau siswa yang ngerasa bacaan sholatnya bagus. Dan seumur-umur Penulis ikut dua lomba itu, ngga pernah dapat juara pertama. Pasti kalo ngga di posisi kedua ya ketiga. Pernah bahkan Penulis dapet juara tiga dari tiga peserta. Terakhir dong! Ahahaha!

Lomba Nasyid Sekecamatan


Lanjut, nih cerita waktu di MI. Jadi dulu ada kegiatan tambahan yang sifatnya ngga wajib diikuti siswa MI yaitu nasyid atau dulu kami lebih sering menyebutnya selawatan. Kalo kalian ngga tau nasyid itu apa, ini Penulis jelaskan sedikit.

Nasyid itu ngga ubahnya dengan grup musik, cuma beda di komposisi personilnya. Jadi di nasyid itu ada penyanyi utama, biasanya tiga orang, terus ada penyanyi tambahan, biasa disebut penyanyi latar, mereka ini jumlahnya ngga tentu, bisa cuma lima, bisa lebih. Terakhir, pemusiknya. Ada beberapa alat musik yang umumnya dipakai di dalam kelompok nasyid. Ada gendang dengan tiga ukuran yang berbeda. Yang paling besar namanya bas, yang ukuran kedua namanya rebana, dan yang paling kecil namanya ketipung. Jumlah pemain gendang di grup nasyid Penulis itu satu orang pemain bas, dua orang pemain rebana, dan tiga orang pemain ketipung. Lanjut, alat musik berikutnya, mambo. Wujudnya itu dua batang bambu berukuran sedang yang disusun di atas penyangga kayu. Masing-masing bambu punya lubang membujur di salah satu sisinya. Pemainnya di grup Penulis cuma satu orang. Kemudian ada tamborin. Ini ada dua jenis, yang satu tamborin bolong, yang satu lagi tamborin berisi. Masing-masing ada satu pemain. Terakhir, yang paling besar, bedug. Ini juga cuma satu pemain.

Oke, itu gambarannya. Nah, sama seperti MI tempat Penulis sekolah, setiap menjelang peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dan Isra’ Miraj, beberapa mesjid akan mengadakan lomba nasyid tingkat kecamatan. Grup kami selalu ikut, walaupun seingat Penulis ga pernah menang, soalnya saingannya remaja dan orang tua. Grup kami isinya anak-anak semua.

Lomba Menyambut Hari Kemerdekaan


Setiap menjelang 17 Agustus, Pemerintah Kecamatan tempat Penulis bermukim selalu mengadakan perlombaan. Biasanya yang dilombakan merupakan cabang olahraga seperti sepak bola, voli, dan bulu tangkis. Ada juga lomba Pasukan Baris Berbaris. Lomba PBB ini lah yang selalu Penulis ikuti selama duduk di bangku SMP. Sama seperti lomba nasyid, tim PBB Penulis juga ngga pernah meraih juara satu di lomba ini.


Olimpiade Sains USU


Penulis ingat waktu itu Penulis masih kelas dua SMA. Datang undangan dari USU untuk mengikuti olimpiade sains tingkat provinsi. Karena dulu Penulis ada di kelas unggulan, jadi kami ditawari terlebih dulu. Dan akhirnya terpilihlah lima orang siswa untuk mewakili sekolah. Penulis dipercaya untuk mengikuti olimpiade cabang mata pelajaran astronomi. Hasilnya adalah Penulis dapat ranking 36. Agak kesal, karena ternyata 30 besarnya diberi pelatihan di bidang masing-masing secara gratis oleh dosen USU selama satu bulan sebagai persiapan untuk OSN. Tapi yang berlalu biarlah berlalu.

OSN SMA


Selama SMA, Penulis dua kali menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti Olimpiade Sains Nasional tingkat kabupaten, yakni waktu Penulis kelas X dan kelas XI. Waktu kelas X, Penulis dijadikan tim pendukung, supaya nantinya bisa menjadi tim inti waktu kelas XI. Mata pelajaran yang Penulis pilih adalah fisika. Ngga banyak persiapan yang Penulis lakukan, karena pihak sekolah juga ngga berharap banyak. Dan sesuai dengan yang udah Penulis prediksi, Penulis ngga dapat juara. Cuma dua orang dari perwakilan sekolah yang mampu melanjutkan di tingkat provinsi.

Di kelas XI, seperti yang Penulis bilang di atas, Penulis dimasukkan ke tim inti. Dan memang persiapan waktu itu cukup matang. Semua siswa yang menjadi perwakilan sekolah diberikan pelajaran tambahan sepulang sekolah tiga kali seminggu. Bahkan pihak sekolah meminta beberapa guru bidang studi untuk membimbing kami, kecuali mata pelajaran astronomi, mata pelajaran yang Penulis pilih. Jadilah Penulis dan dua orang junior Penulis belajar secara otodidak, hanya mengandalkan buku fisika, geografi dan beberapa buku relevan yang ada dalam koleksi perpustakaan sekolah.

Dan alhamdulillah, usaha kami membuahkan hasil. Lima siswa, termasuk Penulis, meraih juara tiga besar sehingga diberi kepercayaan untuk mewakili kabupaten mengikuti OSN tingkat provinsi.

Seleksi tingkat provinsi dilaksanakan selama dua hari. Hari pertama untuk mata pelajaran matematika, fisika, kimia, dan biologi. Sedangkan di hari kedua, mata pelajaran yang dipertandingkan adalah geografi, astronomi, dan TIK. Mungkin ada mata pelajaran lain, tapi Penulis lupa.

Kami dikumpulkan di Mess Naniko, berbaur dengan peserta dari kabupaten lain. Karena pelaksanaannya di sebuah mess, tentu aja kamar kami luas, hingga mampu menampung 16 orang dalam satu kamar. Hal ini membuat kami lebih mudah untuk mengakrabkan diri. Beberapa dari mereka bahkan masih menjalin hubungan dengan Penulis sampai saat ini.

Nah, di tingkat provinsi ini, Penulis kurang mempersiapkan diri. Materi yang keluar sebagai soal belum semua Penulis pelajari, terutama di bagian perhitungan. Awalnya Penulis mengira bahwa bentuk soal di provinsi sama dengan bentuk soal di kabupaten, yakni pilihan berganda. Ternyata, di tingkat provinsi, terdapat beberapa butir soal yang berbentuk esay dan uraian. Hal ini membuat Penulis kesulitan untuk mengerjakannya. Sudah pasti Penulis ngga lulus di tahap ini. Tapi ngga masalah. Penulis bisa sampai ke tingkat provinsi aja rasanya udah syukur banget. Bisa jadi tambahan pengalaman sekaligus teman.

Ini aja kali, ya yang bisa Penulis ceritakan dari pengalaman Penulis waktu mengikuti kompetisi. Mungkin ada beberapa yang ngga tercantukan di sini, tapi Penulis udah lupa.


Oke, Penulis udah selesai cerita, nih. Kamu punya cerita serupa? Atau malah lebih banyak lagi? Bagi-bagi dong di kolom komentar!

Cuplikan Kisah Bully



Huhuhuhuhuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu...

Udah lama banget kayanya Penulis ga update. Gimana lah, kemarin-kemarin itu asek sibuk aja, ya, kan. Yang mau ujian lah, bikin soal  ujian di tempat ngajar lah, ngurusin Pentaru lah. Sampai pada satu titik Penulis ngerasa penat. Belah aja adek di kolam renang Unimed yang dalamnya tujuh meter itu, Bang! Jiah! Malah curhat!

Tapi, yaaaa, yang namanya hidup itu dijalani, bukan dipikirin. Ada tugas itu ya dikerjain, bukan direncanain terus. Dan syukur alhamdulillah, setelah dijalani, selesai juga. Lulus ujian, soal ujian udah diserahkan, berkas anak-anak seleksi Pentaru juga sebagian besar udah dikirim. Agak lega gitu. Tuh, kan! Curhat lagi.

Okelah, kali ini isi postingannya berupa potongan beberapa cerita pendek. Lain waktu kalau ide lancar, bisa jadi cerpen utuh, malah jadi novel pun. Amiiiin!

##########################################################################

Bel masih berbunyi nyaring kala aku dan Reno telah melenggangkan kaki kami di koridor sekolah. Hari ini kami dipulangkan lebih awal karena ada peringatan badai di kota sebelah dari pemerintah setempat. Semua terlihat terburu-buru, kecuali aku dan Reno. Rumah kami jauh dari ancaman badai. Maka dari itu kami hanya berjalan santai.

Barisan loker telah terlihat di depan mata. Masih ada beberapa orang di sana. Mataku menangkap sesuatu yang tidak beres di sana. Ada cairan yang keluar dari salah satu loker. Itu lokerku! Aku segera berlari menghampiri dan membuka lokerku dengan tergesa. Sial! Lokerku penuh lumpur! Jaketku, baju olahragaku, beberapa buku catatan, semua berubah warna jadi cokelat. Sial! Aku tau siapa pelakunya.

"Lagi, Rik?" ujar Reno sambil menepuk bahuku.

"Yah, seperti yang kamu lihat." sahutku santai. Aku mengeluarkan satu per satu barangku dari loker.

"Apa ngga sebaiknya kita laporkan hal ini ke Pak Harto?" tanya Reno sambil menutup lokernya yang tepat berada di sebelah lokerku.

"Ga usah. Ntar urusannya jadi runyam. Ini ngga seberapa kok." kupamerkan senyum termanisku.

"Tapi Erik, ini udah keenam kalinya dia mengganggu isi lokermu." raut wajah Reno berubah kesal.

"Hei, jangan lupakan laci mejaku yang udah tiga kali diisi berbagai macam serangga, juga tasku yang berkali-kali disangkutkannya di pohon beringin di depan sekolah." Aku menarik kantong besar yang aku letakkan di atas lokerku.

"Trus kamu diem aja gitu?" tangan Reno mulai ikut sibuk memasukkan barang-barangku ke kantong besar itu.

Lagi-lagi aku tersenyum, "Kamu ngga liat aja gimana ekspresi dia waktu aku meniduri adik tersayangnya, Juli."

"Jadi ini semua karena hal itu?" Reno berhenti sejenak sembari menoleh ke arahku.

Aku tetap melanjutkan kegiatanku, "Tentu aja. Dan aku udah punya rencana yang lebih hebat dari itu," seringaiku. Reno bergidik melihatku.

*Reno POV*

Pagi ini aku sarapan seperti biasa, dengan Ayah, Ibu, dan Kalina. Aku sedang asyik mengunyah panekuk-ku ketika Ayah mengagetkan kami semua.

"Ren! Lihat ini! Bukankah ini temanmu?!" ujar Ayah sambil menyodorkan koran yang sedang Ia baca. Aku menyambutnya dan langsung terbelalak begitu membaca judul besar berita, 'Siswa SMA Tewas di Tangan Temannya Setelah Meniduri Ibu si Pelaku.'

######################################################################

Aku selesai menyobek-nyobek beberapa buku catatan Diana. Kemudian ku siramkan minyak tanah ke atasnya, dan langsung ku bakar habis kertas-kertas itu.

"Kenapa kamu melakukan semua ini, Ta?" tanya Alika di sebelahku. Iya, ini udah kelima kalinya aku mengganggu kehidupan Diana, saudara tiriku yang baru sebulan ini tinggal bersamaku, Ayah dan istri barunya. Ibu udah meninggal tujuh tahun silam, dan baru bulan lalu, Ayah menikah lagi dengan seorang janda beranak satu, Diana. Dia seumuran denganku. Bahkan kini kami satu sekolah meskipun beda kelas karena kami memilih jurusan yang berbeda.

"Biar dia tau rasa, Ka. Kamu nggak tau gimana rasanya jadi aku." sahutku menatap bengis kobaran api di depanku.

***

Aku membuka pintu dengan perlahan, berharap tidak ada seorangpun yang akan terbangun. Ini sudah lewat tengah malam. Aku sengaja pulang larut karena menghindari Diana. Ayah mengabariku bahwa ia dan Ibu tiriku harus pergi ke Semarang karena Bu De Mar sakit keras tiba-tiba. Berarti di rumah hanya ada Diana.

Pintu depan udah aku kunci kembali, lalu aku berjalan berjinjit ke arah tangga yang menuju ke lantai 2 di mana kamarku berada. Sebelum aku mencapai tangga, tiba-tiba lampu ruang tamu menyala, membuatku dapat melihat sosok Diana yang berdiri anggun di dekat sakelar sambil melihatku dengan tatapan lapar. Ada cambuk di tangan kanannya dan sebatang besi panjang berwarna hitam di tangan kirinya.

"Halo, saudara tiri, kenapa baru pulang jam segini?" tanyanya santai namun terdengar menakutkan di telingaku. Ia berjalan mendekat sambil sesekali menjilat cambuk di tangannya, "kamu nggak tau, ya, kalau cambukku udah kangen dengan kulit mulusmu?" ucapnya lagi dengan tatapan iblis. Aku hanya bisa berdiri mematung di hadapannya. Tubuhku terasa kaku. Dan sepertinya, malam ini akan sama seperti malam-malam sebelumnya. Aku berharap, aku mati malam ini.

Oke! Itu aja cuplikan cerpen untuk postingan kali ini. Kali aja bisa jadi bahan inspirasi kalian untuk membuat cerita bergenre thriller. Kalo Penulis, mah, ngga usah ditanya, sekali mulai nulis, langsung lancar ini tangan untuk ngetik cerita dengan genre thriller. Asyik aja rasanya, ahahahaha *ketawa iblis*

Kamu suka bikin cerita thriller juga? Mau kolaborasi? Monggo ngomong di kolom komentar!

Tentang Moody

Halo pembaca kece! Di postingan kali ini, aku ditantang sama Kak Rina untuk menceritakan tentang tanggapanku terhadap seseorang yang mo...