Sunday, October 23, 2016

Hewanku Sayang, Hewanku Kau Ditendang

Hmm, postingan ini merupakan bagian dari proyek #Blogger’sChallenges yang temanya adalah ‘Kekejaman Manusia terhadap Hewan dan Tanggapan serta Solusinya’ dari Lusty.

Sebenarnya Penulis benci topik-topik semacam ini. Iya, benci. Menulis topik ini hanya akan membuka memori-memori kelam akan kejamnya kita, manusia, kepada hewan, ga peduli dari spesies apa. Tapi baiklah, namanya juga tantangan, harus dilaksanakan juga demi terpenuhinya tantangan tersebut.

Oke, mari kita mulai.

Saat tema ini dicetuskan oleh Lusty, pikiran Penulis langsung random. Karena, well, udah banyak contoh kekejaman manusia terhadap hewan. Di mana aja. Rumah, jalanan, pasar, semua tempat. Penulis hanya akan menyebutkan beberapa.

1. Kucing
Penulis ga mau bilang gimana istimewanya kucing segala macam – segala macam. Penulis cuma mau menyebutkan beberapa contoh kekejaman manusia terhadap kucing. Sedikit bercerita, Penulis pelihara kucing di rumah, beberapa ekor. Sempat menyentuh angka belasan, tapi hitungan terakhir, kucing di rumah ortu tinggal 10 ekor. Ada Amoii, Imo, Belca, Galih, De’Gan, De’Pan, Belly, Allan, Lexy, dan terakhir Savira. Tapi Belly, De’Gan, ama De’Pan jarang ada di rumah. Mereka ini udah dianggap keluarga oleh orang rumah. Udah dianggap anak oleh Umi, Abi. Otomatis, mereka adik-adik Penulis.

Dari sinilah muncul rasa sayang ke hampir semua kucing. Mau ketemu di mana aja, selagi keadaannya ga mengenaskan, pasti Penulis panggil, Penulis elus-elus, bahkan kadang Penulis kasih sebagian makanan yang Penulis makan. Lantas ada apa dengan kucing dengan keadaan yang mengenaskan? Penulis cuma ga tega ngeliatnya. Sama halnya dengan melihat orang cacat, Penulis lebih memilih mengalihkan pandangan.

Apa aja contoh-contoh kekejaman manusia terhadap kucing? Ini beberapanya.

Penulis ga ngerti dengan jalan pikiran orang yang dengan gampangnya melayangkan tangan atau kakinya ke kucing yang ga salah apa-apa. Pernah satu kali Penulis lagi berdiri di depan rumah, lewatlah tetangga Penulis, dia jalan kaki. Nah, salah satu ‘adik’ Penulis, Tompel (dia baru meninggal beberapa minggu yang lalu T-T) berdiri ga jauh dari tepi jalan. Waktu tetangga Penulis ini melewati Tompel, tiba-tiba aja Tompel ditendang. Ga kuat, sih, memang. Tapi tetep aja, Tompel cuma berdiri di situ. Mengganggu jalannya pun engga karena posisi si Tompel ga tepat di jalanan. Gitu si tetangga ini ngilang, si Tompel langsung Penulis gendong trus Penulis hibur, di-pukpuk gitu punggungnya, sambil bilang, “Tompel gapapa, kan, Dek? Apa lah dia, gilak! Kucing diem kok ditendang. Paok!” Tompelnya diam aja di gendongan Penulis.

Kejadian lain, waktu itu Penulis abis ngantar Umi ke sekolah naik motor. Pulang dari sana, Penulis nemu kucing di tengah jalan ramai meringkuk ketakutan dan ga ada yang peduli. Akhirnya Penulis yang memberanikan diri, masih dari atas motor, menuju ke tengah jalan, ngambil itu kucing dan bawa itu kucing ke tepi jalan. Begitu nyampe ke tepi jalan, kucing itu Penulis lepas. Asli itu kucing keadaannya kasian banget. Berasa ada trauma gitu kalo liat matanya. Huft!

2. Hewan Liar di Hutan
Kalau ini udah ga perlu dipertanyakan lagi. Film dokumenter, koran, berita televisi, pokoknya di mana-mana banyak pemberitaan tentang perburuan liar. Apa yang diambil? Gading, kulit, bulu, bahkan beberapa hanya diambil fotonya dalam keadaan tak bernyawa. Masih kurang kejam? Penulis rasa contoh kecil ini udah cukup kejam. Lagi-lagi, Penulis ga ngerti dengan jalan pikiran mereka yang dengan gampangnya bunuh hewan-hewan itu. Penulis mau bunuh kecoak, cicak, atau bahkan lipan (kelabang) yang berbahaya sekali pun, Penulis ga tega. Liat kecoak, ya cuma berani ngusir. Kalau kecoaknya terbang, ya Penulis lari sambil teriak ga jelas. Nah, ini hewannya gede, lho. Mereka ga salah apa-apa. Tinggalnya jauh lagi di dalam hutan. Aish!

3. Hiu
bc
Kalian pada tau kalau di perairan Pasifik itu nelayan Asia Timur memanen sirip hiu dalam jumlah besar dan membuang hiu tanpa siripnya begitu aja ke laut. Sangat-sangat ga berperasaan. Selain ditinjau dari perasaan, kegiatan memburu mereka juga mengancam rusaknya keseimbangan alam lho. Dan untuk kesekian kalinya, Penulis juga ga paham jalan pikiran mereka.

Apa solusi untuk kejadian-kejadian di atas?

Penulis mengutip kata-kata dari Presiden kita, Pak Jokowi, yakni ‘Revolusi Mental’. Ya, kita perlu merenung tentang tujuan kita ada di dunia, tentang bagaimana seharusnya kita hidup berdampingan di dunia ini. Bumi ini rumah kita bersama. Manusia, tumbuhan, hewan, semua punya hak yang sama untuk tinggal dengan damai.

Memang perlu ada aksi nyata. Tapi rasanya sulit untuk mengubah pola pikir orang sedunia.

Lantas?

Mulai lah dari hal kecil, dari diri sendiri.

Maaf kalau postingan kali ini terkesan abstrak tanpa satu titik pusat. Penulis lagi ga bisa fokus di topik ini, agak berat. Entahlah, ada yang mengganggu pikiran. Hutang yang ini lunas, yaaaaaaa.

Tentang Moody

Halo pembaca kece! Di postingan kali ini, aku ditantang sama Kak Rina untuk menceritakan tentang tanggapanku terhadap seseorang yang mo...