Saturday, December 10, 2016

Aku Masih Ingin Hidup Lah, Ya!


Alohaaaaaaaaa!

Tetep, ya, postingan ini bagian dari proyek #Bloggers’ Challenges. Kali ini Bang Boy Atlaliust Ganteng Simangunsong yang kasih tema, ‘Alasan Aku Ingin Tetap Hidup’. Agak berat, ya? Bodo, ah! Namanya juga tantangan, kalau gampangan, ya Penulis sendiri, ahahahahaha (IYKWIM)

Hidup? Kenapa pengen hidup?

Ya, namanya udah dilahirkan ke dunia yang fana ini, pasti mikir dong, ya untuk bisa bertahan hidup. Sekolah belasan tahun mulai dari TK sampai SMA, terus lanjut kuliah sekian tahun, ngelamar kerja kesana kemari sampai dapat yang sesuai atau bikin lapangan kerja sendiri. Itu semua buat apa? Ya buat bisa tetap hidup! Dan yang ga kalah pentingnya, hidup itu juga mesti punya tujuan. Apa tujuan hidup setiap orang sama? Jelas engga. Ada yang tujuannya memperbanyak bekal supaya ntar di akhirat masuk surga. Ada juga tujuan hidupnya mengabdikan diri ke lingkungan atau negaranya. Dan ga sedikit orang yang tujuan hidupnya untuk senang-senang doang. Ada yang begituan? Ya, ada. Dan kita ga boleh menghakimi atau melabeli mereka dengan sesuatu yang buruk. Mereka pasti punya alasan melakukannya.

Gimana dengan Penulis sendiri? Apa alasan Penulis ingin tetap hidup?

Penulis punya beberapa alasan kenapa Penulis masih pengen hidup.

Apa aja?

Sabar, ini juga mau dikasih tau. Oke?

Alasan Penulis Ingin Tetap Hidup

1. Masih Mau Bikin Ortu Bangga

Sejauh 22 tahun umur Penulis di dunia ini, hal terakhir membuat Umi bangga ke Penulis itu, ya waktu Penulis wisuda oktober kemarin. Gimana bisa tau? Ga perlu dijelaskan, ikatan emak-anak itu luar biasa kuat. Umi nangis waktu itu. Reaksi Penulis gimana? Penulis ngomel. "Teros nangis, teros." Abis itu Umi berhenti nangis sambil nyengir. Dasar anak durhaka. Ahahahaha…

Tapi apa itu cukup?

Penulis bilang engga. Penulis masih pengen lebih dari ini. Penulis masih pengen ngelanjut studi ke jenjang magister, jadi dosen di salah satu Universitas yang otomatis akan melepaskan diri dari Umi Abi secara finansial, terus punya anak cowok, satu, namanya Dimas, terserah itu lewat istri sendiri atau adopsi, yang penting punya Dimas. Apa itu cukup? Penulis harap iya. Penulis ga pengen yang muluk-muluk.

Eh, tapi ngomong-ngomong, kok ga ada keinginan Penulis untuk menaikkan haji Umi Abi, ya?

Bukan ga ada, tapi Umi udah masuk daftar antrian haji, mungkin tahun 2020-an Umi bisa berangkat. Abi? Keterbatasan fisiknya membuat Abi ga berniat untuk naik haji. Abi ga cacat fisik kaya kakak, kok. Penglihatan Abi aja yang udah ga bagus, jadi ga memungkinkan untuk pergi jauh. Kalau punya uang lebih, mending ngebayar orang untuk naik haji atas nama Abi. Itu, sih, yang Abi bilang.

2. Mau Merasakan Jadi Orang Dewasa

Orang dewasa? Bukannya itu ditentukan dari sikap, sifat dan pemikiran orangnya sendiri, ya?

Begini, orang dewasa yang Penulis mau gambarkan di sini itu bukan orang dewasa yang itu.

Terus?



Nah, orang dewasa yang Penulis maksud itu yang kerja mulai dari hari senin sampai jumat, sejak pagi hingga siang atau sore, kemudian malamnya asik bercengkrama dengan si Dimas. Terus setiap akhir pekan punya bonding time sama si Dimas, entah itu berkebun bareng, jalan-jalan ke Mall atau kebun binatang, bersih-bersih rumah seharian. Pokoknya, tujuannya itu untuk membuat ikatan ayah-anak makin kuat deh.

Terus? Udah itu aja?



 Engga dong. Pastinya pengen tetep menemani si Dimas di tiap masa pertumbuhannya, mulai dari anak-anak, terus remaja, lanjut ke dewasa, ngeliat dia nikah, punya anak, dua orang. Kok khayalan Penulis jauh banget, ya? Nofather (gapapa) dong, kan berkhayal itu ga bayar, ga ngerugiin orang juga.

3. Mau Merasakan Cinta (Lagi)

Sekarang cerita cinta kita, yaaa. Ecieeeee, cinta. Sok tau cinta-cintaan lah. Ahahahaha

A. Rafiq (ini namanya bener kagak?) di lagunya, bilang kaya gini, ‘Hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga.’ Lha, emang kenapa kalau taman ga ada bunganya? Masih tetap asri, kok. Adem juga. Lantas, kenapa harus ada cinta? Sama halnya dengan bunga di taman, cinta itu memberi warna di hidup kita. Hidup kita jadi ga monoton, pul kaler, ada lika-likunya, ada naik-turunnya.

Emang cinta itu apa, sih?

Ini definisi cinta versi Penulis, ya. Kalau beda dengan definisi kalian, ya ga usah protes.

Jadi menurut Penulis, cinta itu adalah perasaan nyaman, cocok kepada seseorang dan timbul keinginan untuk mengikatnya, untuk terus berada di sisinya (jangan tafsirkan ini secara harfiah, ya. Cinta, tapi ga ngikutin pasangannya boker juga), untuk membagi hidup bersamanya. Ihihihi, indah banget kedengarannya, ya?

Lantas gimana dengan cinta tapi tak memiliki?

Penulis menganggap itu cinta yang sia-sia. Cinta itu memiliki. Tapi ada pengecualian. Cinta yang memiliki itu cinta dua arah, artinya, keduanya saling mencintai, bukan cinta bertepuk sebelah tangan.

Nah, gimana kalau itu kejadian?

Kalau kamu bener-bener cinta sama dia, tapi dia ga cinta sama kamu, kamu harus berbesar hati untuk melepaskannya. Kamu harus sadar diri kalau bukan kamu bahagianya dia, tapi orang lain.

Jleb! Sakit ini, sakiiiiit!

Iya, memang sakit. Tapi kamu juga harus tau satu hal, kalau bahagianya bukan terletak di kamu, maka bahagiamu juga bukan terletak di dia. Solusinya? Jatuh cinta lagi!

Pembahasannya terlalu luas, ya? Oke, oke, kita balik lagi aja ke Penulis.

Penulis sendiri, tipe yang susah mupon kalau belum ketemu pengganti si kawan itu. Jadi, selagi belum ada yang menggantikan doi di hati Penulis (ceilah bahasanya!), Penulis akan tetap berharap, uring-uringan ga jelas ke doi. Kekanakan, ya? Engga, kok. Logika emang kadang bisa rusak kalau berurusan dengan yang namanya cinta. Jadi itu masih bisa dimaklumi selama itu ga berlebihan dan ga ganggu orang lain.

Kenapa Penulis ga jatuh cinta lagi aja?

Lu kate jatuh cinta itu gampang, tinggal naik ke rooftop terus lompat ke bawah?! Ga segampang itu. Gimana kamu dipaksa menghapus doi yang selama ini menghiasi hari-harimu, kemudian menggantikannya dengan yang lain. Penulis bukan orang yang gampang masuk atau dimasuki orang baru pulak. Maksudnya, Penulis ga gampang akrab dengan orang baru. Kalau si orang baru ga berusaha untuk masuk, ya Penulis ga bakal buka diri (buka diri, ya, bukan buka baju!) Itu juga alasannya kenapa Penulis susah mupon. Dan di masa-masa belum mupon itu, Penulis ga berani mencoba menjalin hubungan dengan orang baru juga. Takut melukai perasaan si orang baru. Udah pernah kejadian soalnya. Dan, ya, gitu, kempes di tengah jalan, jadi kami harus minggir biar jalan orang lain ga terhalangi (ini apa, sih?!) Sudahlah, sudah. Pokoknya gitu ceritanya.

Jadi, ini balik lagi ke alasan Penulis ingin tetap hidup yang ketiga, Penulis pengen jatuh cinta lagi. Entah itu ke orang lama, atau ke orang baru, terserah, deh. Yang penting jatuh cinta.

Oh, iya, Penulis ada cerita, baru-baru aja sih kejadiannya.
Jadi, Penulis itu sering jalan berdua sama temen, entah itu cewek ato cowok, pokoknya berdua. Dan setiap berfoto atau ketemu sama orang yang dikenal, pertanyaannya cuma satu, ‘ini pacar?’ Awalnya ga masalah, sih. Tapi lama kelamaan, orang lain ikut terganggu dengan hal itu. Temen dekat Penulis mulai ikutan ditanya-tanya, ‘itu pacar si Arif?’ atau ‘Arif udah punya pacar?’ Dan dia harus menjelaskan berulang-ulang kalau Penulis itu single. Terakhir, karena kesal, dia jawab, ‘Si Arif itu homo, Bu’ dan Penulis cuma bisa ngekeh waktu tau hal itu.

Penulis rasa udah, lah, ya, segini aja. Mungkin ada alasan lain, tapi belum terpikirkan. Kalau kamu ada alasan yang mirip, atau alasan Penulis ga cocok untuk dijadikan alasan, singgah di kolom komentar, yaaa.

Tentang Moody

Halo pembaca kece! Di postingan kali ini, aku ditantang sama Kak Rina untuk menceritakan tentang tanggapanku terhadap seseorang yang mo...