Tuesday, January 17, 2017

Ummi Sayang Kebanggaan Keluarga


Ihihihihihihihihi

Penulis udah telat banget ini posting. Harusnya dua minggu yang lalu. Tapi karena satu dan lain hal, Penulis terpaksa baru bisa posting untuk Bloggers’ Challenges sekarang.

Oke, kali ini kita cerita-cerita tentang Ibu, topik dari Lusty. Tapi berhubung Penulis ga punya Ibu, adanya Ummi, jadi kita cerita tentang Ummi aja.

Siapa itu Ummi?

Ummi itu wanita yang melahirkan Penulis 7 April, jam sebelas siang, 22 tahun lalu, di Rumah Sakit Dokter Djoelham, Binjai. Ngomong-ngomong lahir melahirkan, ada cerita unik waktu Penulis hampir dilahirkan kedunia.

Jadi, pagi itu, 7 April 1994, jam 8, Ummi sama Abi mau berangkat ke rumah sakit untuk cek keadaan Penulis di dalam perut Ummi. Waktu mau berangkat, Ummi liat tetangga ada jemur kacang tanah yang udah direbus. Katanya mau dijual. Ummi kepengen. Tapi karena mau ke rumah sakit, Abi bilang ga usah sekarang, ntar aja waktu pulang dari rumah sakit (ini ceritanya, Pak Dokter bilang kalau Penulis bakalan lahir tanggal 8 April, makanya Ummi Abi selow). Jadi berangkatlah Ummi sama Abi ke Rumah Sakit Dokter Djoelham. Lha, gitu sampai ke rumah sakit, Ummi malah kontraksi, lahir lah Penulis dalam keadaan Ummi ngidam kacang kulit yang ngga kesampaian dibeli, satu hari lebih cepat dari perkiraan Pak Dokter. Ah, Pak Dokter juga manusia biasa yang cuma bisa memperkirakan, lho. Yang bikin keputusan tetep Yang Maha Kuasa.

Balik ke cerita tentang Ummi. Seperti yang terketik di kolom judul, Ummi Kebanggaan Keluarga. Yang ini true story, kok. Sama kaya cerita lahiran Penulis di atas. Ummi memang kebanggaan keluarga. Kenapa bisa gitu? Begini ceritanya.

Jadi alkisah, Ummi dilahirkan di keluarga petani di salah satu kampung di wilayah Tanjung Anom. Ummi anak terakhir dari lima bersaudara. Ummi punya tiga abang dan satu kakak. Namanya keluarga petani, Ummi dan Uwak-Uwak Penulis pastilah jago bercocok tanam. Apalagi sejak kelas empat SD, Ummi udah ditinggal kakek (ayahnya Ummi). Mak Uwek (panggilan nenek Penulis) jadi single parent waktu Ummi masih kecil, tapi itu ngga menyurutkan semangat Ummi dan Uwak-Uwak Penulis untuk melanjutkan hidup.

Waktu SMA kelas 3, Ummi disarankan oleh salah satu guru beliau untuk lanjut kuliah Diploma 3 jurusan Matematika di IKIP Medan (sekarang udah berubah nama jadi Unimed) biar bisa jadi guru SMA. BTW, dunia ini sempit banget. Tau, engga, guru yang menyarankan Ummi untuk kuliah itu jadi guru BP waktu Penulis SMA. Padahal Ummi SMA di Stabat, Penulis SMA di Kuala dan beda waktunya itu hampir 30 tahun. Oke, lanjut. Ummi ngikutin saran si guru dan coba masuk IKIP Medan lewat jalur PMDK (sekarang namanya SNMPTN Jalur Undangan). Alhamdulilah Ummi diterima di IKIP Medan. Sekarang mungkin hal itu terdengar biasa aja, ya, masuk Universitas Negeri. Tapi kalau kita kembali ke masa Ummi, pasti luar biasa. Ummi anak perempuan paling kecil, udah ngga punya ayah, dari keluarga petani yang biasa-biasa aja, dan lagi itu masih tahun 1980-an di mana anak gadis kalau udah tamat SD ada yang ngelamar juga pasti orang tuanya langsung ACC.

Nah, Ummi mengambil jalan yang beda saat itu. Menolak setiap lamaran yang datang sejak Ummi tamat SD, Ummi teguh lanjut kuliah. Yang lebih membanggakan adalah Ummi adalah yang pertama kali di keluarga Kakek yang ngerasain namanya kuliah. Saking bangganya, nih, ya, satu keluarga itu patungan, lho untuk biaya kebutuhan kuliah Ummi. Misalnya, nih, biaya harian Ummi selama di Medan ditanggung sama Kakek A, biaya kuliahnya ditanggung Uwak B, ongkos dan segala macamnya ditanggung Uwak C. Pokoknya saat itu semua bahu membahu supaya Ummi bisa selesai kuliah D3.

Kuliah selesai, Ummi mulai ngajar sebagai guru honorer di beberapa sekolah di Kuala, menikah, terus punya anak satu, sampai akhirnya ada pengangkatan Guru Pegawai Negeri Sipil di pertengahan tahun 1993 dan alhamdulillah Ummi ikutan terangkat jadi Guru PNS. Tapi tau engga di mana penempatan Ummi? Sayur Matinggi! Jauh, itu, jauh! Dari bagian utara ke bagian Selatan Provinsi Sumatera Utara. Jauh! Belasan jam naik bus. Dan kabar buruknya, Abi juga udah diterima sebagai Guru PNS, tapi di Kuala.

LDR dong Ummi Abi?

Itu belum seberapa. Ada yang lebih buruk dari itu!

Apaan?

Kakak Penulis masih berumur satu tahun dan ada Penulis di dalam perut Ummi. Eng ing eeeeeeeeeeeeng!
Iyaps! Jadi waktu Ummi dapat penempatan di Sayur Matinggi, Penulis lagi bobo cantik di dalam perut Ummi. Nah, loh, Ummi Abi LDR, terus ada Penulis di dalam perut Ummi. Kan ga enak, ya, hamil jauh dari suami? Yo mboh sih, ra pernah ngeroso’ne!

Jadi saat itulah Ummi Abi berjuang mati-matian supaya Ummi bisa dipindahkan ke Kuala. Abi harus bolak balik Kuala-Sayur Matinggi demi mengurus kepindahan Ummi dan alhamdulillah semua urusan dimudahkan. Ummi ga harus ngikutin prosedur yang mengharuskan PNS yang diangkat mengabdi di wilayah tersebut setidaknya hingga dua tahun. Ummi cukup tiga bulan di sana, terus balik.

Beberapa bulan di Kuala, lahirlah dedek bayi imut yang dikira perempuan karena cantik. Untung titit-nya keliatan. Kalau engga, udah jadi hijaber pasti Penulis sekarang. Tidaaaaaaaaaak!

Oke, itu aja cerita tentang masa lalu Ummi yang luar biasa, ga kaya anaknya yang biasa-biasa aja. Huh!

Kependekan, ya? Ya, mau gimana lagi, ntar kalau kepanjangan, ceritanya merembet entah kemana-kemana. Ini aja udah ngalor ngidul ra karuan (ngeles aja, Lu, nyingnying!). Yo, wes, lah! Satu utang lunaaaaaaaaaaas!

Tentang Moody

Halo pembaca kece! Di postingan kali ini, aku ditantang sama Kak Rina untuk menceritakan tentang tanggapanku terhadap seseorang yang mo...